Kategori: Kajian

  • Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Hiruk pikuk dunia memang rentan membuat hati seseorang gampang goyah, labil pendirian dan mudah berubah-ubah. Itupun tidak pandang usia, entah itu anak muda atau orang tua. Wajar saja kalau memang begitu, sebab karakter hati memang mudah terbolak balik sebagaimana pengambilan maknanya dari kata qolbu yang berasal dari masdar (kata kerja) taqollabu yang memiliki arti terbolak-balik versi bahasa Arabnya.

    Tidak sedikit perilaku dan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh suasana hatinya, hati yang mudah terpengaruh oleh keadaan yang tidak memihak, bisa disebabkan karena sakit hati (disakiti), bisa juga karena kecewa sebab harapan dan keinginan yang tidak kunjung terkabul, bahkan gagal di waktu yang dini.

    Tidak hanya itu, justru penyakit hati sangat sulit terdeteksi, karena banyak orang yang tidak merasa alias kurang sadar apakah sudah benar yang ia pikirkan dan jalankan. Selain itu, penyakit hati juga sulit untuk diobati bila dibandingkan dengan penyakit jasmani yang telah bersarang di badan, karena hanya dengan diagnosa dokter dan alat medis penyakitnya mudah  ditebak atau diketahui jenisnya.

    Contoh-contoh penyakit hati, seperti sombong, ujub, ria, sumah, iri, dengki dsb. Ironisnya, penyakit-penyakit inilah yang memiliki pengaruh besar untuk merusak akal, akhlak, hingga akidah seseorang muslim yang tidak berdaya menghadapi germelapnya zaman. a‘uzdubillah min zdalik.

    Maka dengan demikian, termasuk bentuk penghambaan seorang mukin adalah bagaimana  ia bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Diantara cara pendekatan ialah melalui berzikir, entah itu zikir bilisan (dengan lisan), bilqolbi (dengan hati) maupun bilarkan (dengan perbuatan). Sehingga dengan cara ini ia sebagai mukmin mampu membentengi hati dan dirinya dari afat-afat (kerusakan-kerusakan) hati, godaan nafsu setan; dan ia juga dapat meraih kedudukan yang spesial di sisi Allah Swt.

    Ayo kita sempatkan zikir, meskipun tidak bisa melanggengkan zikir setiap saat, cukup dengan sebentar saja merapalkan zikir sehabis salat lima waktu. Tidak perlu lama-lama, meskipun sebentar dengan istikimah maka lebih baik daripada durasi lama tapi tidak konsisten atau istikamah. Wallahua’alam.

    Dalil-dalil Zikir

    Sesungguhnya zikir[1] adalah kalam tayib yang mampu beranjak naik ke hadirat Allah Swt.  dan zikir juga merupakan amal saleh yang dapat diterima Allah Swt. karena zikir yang menggunakan hati dengan menghadirkan lafal-lafal serta makna-maknanya adalah perintah Allah terhadap Nabi Musa alaihi salam, perintah dengan bentuk salat yang didirikan dalam rangka ritual berzikir (ingat Allah), hal itu sebagaimana firman Allah Swt. dalam Alquran yang ditujukan kepada beliau Nabi Musa a.s.,

    اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا فَاعْبُدْنِيْ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

    Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (Thaahaa: 14)[2]

    Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk beruswah (mengikuti) kepada petunjuk para Nabi dan Rasul sebelumnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam kitab-Nya,

    اُولٰىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْ

    Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al An’aam: 90)

    اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

    Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al Anbiyaa’: 90)

    Zikir bukan sekedar ritual tambahan, akan tetapi zikir adalah ritual pokok dalam hidup seseorang, karena zikir adalah media seorang hamba terhadap rabnya, sehingga jangan sampai putus hubungan itu, kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian zikir itu penting, sehingga Allah mengingatkat Nabi-Nabi-Nya jangan sampai lupa atau tidak berzikir. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa dan Harun alaihima salam yang telah terekam dalam Alquran,

    وَلَا تَنِيَا فِيْ ذِكْرِيْ

    Dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku. (Thaha: 42)

    Implimentasi zikir juga tersyarakkan dalam doa Nabi Musa yang meminta kepada Allah Swt, doa yang kalamkan Allah dalam Alquran karim pada Surat Taha: 29-35,

    وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْ ۙ هٰرُوْنَ اَخِى ۙ اشْدُدْ بِهٖٓ اَزْرِيْ وَاَشْرِكْهُ فِيْٓ اَمْرِيْ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ۙ وَّنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا ۗ  اِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرًا

    Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami.” (Taha: 29-35)

    Sudah seharusnya bagi kita, seperti ulama pengajak (pendakwa)mke jalan Allah Swt. kader-kader ulama, para pencari ilmu (santri) dan orang mau belajar agama _lebih-lebih bagi orang-orang selain dibidang itu_ untuk mengikuti (itibak) pada Rasulullah Saw. yang selalu berzikir di setiap waktu dan selau memperbanyak bacaan Alquran di dalam salat-salat wajib maupun salat-salat sunahnya, khususnya di dalam salat malam dan salat fajarnya. Sebagaimana firman Allah Swt.,

    وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

    Dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra’: 78)

    Messkipun seorang Nabi yang terjaga dari perbuatan maksiat, Nabi Muhammad Saw. selalu meminta ampun (istigfar) kepada Allah Swt dalam setiap hari sebnyak 100 kali. Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya,

    مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

    “Siapa yang mengucapkan Subhanallah wa bihamdih dalam sehari seratus kali maka kesalahan-kesalahannya dihapuskan meskipun seperti buih lautan”.[3]

    Perlu diketahui, termasuk kategori zikir dalam rangka mengagungkan Allah Swt ialah zikir dengan berselawat (membaca sholawat) yang dihaturkan kepada junjungan Nabi besar kita Baginda Muhammad Saw. karena sholawat kepada Rasul adalah urusan dan perbuatan Allah, begitu juga para malaikat-Nya, dan ironisnya lagi, Allah juga memerintah hamba-hambanya yang mukmin untuk berselawat Nabi-Nya yakni Nabi kita Muhammad Saw. jadi selawat tidaklah lain sebagai senjata seorang mukmin untuk bermunajat dan takarub kepada Allah sebagaimana zikir sebagai doa. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman,

    إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمَا

    Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.[4] Wahai orang-orang yang beriman  berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.[5] (Al Ahzab: 56)

    Alangkah beruntungnya bila kita semua bisa melaksanakan perintah Allah, yakin perintah yang tertuang dalam firman-Nya untuk mengagungkan dan memuliakan Nabi-Nya yang agung dan mulia, sayidina Muhammad Saw., karena pengagungan dan pemulaiaan kepada Nabi Saw. adalah bentuk inadah kepada Allah Swt, dan media takarub kepada-Nya Jalla Jalaluhu, tidak sebagaimana yang disangka orang-orang Wahabi[6] (salafi) bahwa takdim dan takrim kepada Nabi Muhammad adalah perbuatan syirik besar (kufur). Kami berlindung pada Allah Swt dari penyebaran akidah mereka yang sesat menyesatkan dalam hati-hati kita, keluarga, dan anak-anak kita dengan kedudukan sayidil Mursalin sayidina Muhammad Saw. Wallahu’alam.

     

    Ket: Disari dari kata pengantar guru penulis Syaikh Abdur Rauf Maimoen, putera Syikhina Maimoen Zubar rahimahullah dari kitab Nubzdatul Anwar.

    Oleh: Ahmadul Hadi

     

    _________________________

    [1] Zikir menurut KBBI adalah pujian-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Atau arti lain yaitu doa atau pujian-pujian berlagu (dilakukan pada perayaan Maulid Nabi).

    [2] Tafsir Ringkas Kemenag RI

    Wahai Musa, ketahuilah sesungguhnya Aku ini adalah Allah, Tuhanmu, dan sungguh tidak ada tuhan pencipta alam raya yang layak disembah selain Aku, maka berimanlah kepada-Ku, sembahlah Aku, dan laksanakanlah salat untuk mengingat-Ku dan bersyukur kepada-Ku.” Inilah prinsip pertama akidah, yaitu keesaan Tuhan.

    [3]  Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam At-Tirmidzi, dan imam Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah r.a. Imam Al-Alqami sebagaimana dikutip oleh imam An-Nawawi dalam kitab Tanqihul Qaul menjelaskan bahwa maksud subhanallah adalah menyucikan Allah dari semua sifat yang tidak patut/layak bersanding dengan-Nya.

    [4] Selawat dari Allah berarti memberi rahmat; dari malaikat memohonkan ampun dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa agar diberi rahmat seperti dengan perkataan, Allãhumma salli ‘alã Muhammad. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [5] Dengan mengucapkan perkataan seperti Assalamu’alaikum ayyuhan Nabi, artinya semoga keselamatan kepadamu, wahai Nabi. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [6] Aliran (sesat) reformasi konservatif Islam yang berkembang dari dakwahmseorang teolog muslim Arab Saudi pada abad ke- 18 yang bernama Muhammad bin ‘Abdul Wahab. (KBBI V)

     

  • Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah (Aman dan Mengamankan)

    Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah (Aman dan Mengamankan)

    Pengertian Iman Pemudatanbihun.Com Iman secara etimologis mempunyai banyak makna tapi saling berkaitan. Dari kata dasar amina-ya’manu sinonimnya ithma’anna artinya tenteram. Amana-ya’minu sinonimnya watsiqa bihi artinya percaya, dan amana-yu’minu artinya percaya dan membenarkan.

    Kemudian amuna-ya’munu artinya setia dapat dipercaya, antonimnya kana-yakunu artinya khianat. Keterkaitan dari tiga makna tersebut adalah bahwa adanya kepercayaan (iman) dan kejujuran (amanah), akan melahirkan ketentraman (thuma’ninah) di dalam hati, memberikan rasa aman kepada orang lain dan menciptakan saling percaya(trust/tsiqah) dalam kehidupan sosial.

    Secara terminologis iman berarti mempercayai dan membenarkan tanpa keraguan segala sesuatu yang dikabarkan oleh Allah SWT. Dalam kitab-Nya al-Qur’an dan melalui lisan Rasul-Nya Muhammad SAW. Iman itu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam amal perbuatan.

    Pengertian Iman

    Rukun Iman atau Tiangnya Iman

    Iman terdiri dari enam pilar (rukun). Yang pertama dan utama adalah iman kepada Allah Yang Maha Esa pencipta alam semesta. Kemudian diikuti dengan iman kepada para Malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para Rasul Allah, hari akhir kiamat sebagai akhir dari kehidupan dunia, dan yang terakhir iman kepada qadha dan qadar.

    Iman merupakan hal yang paling mendasar dalam agama. Karena iman atau kepercayaan itu menjadi dasar dari perilaku keberagamaan, maka iman itu harus benar. Itulah kebenaran sejati yang bersumber dari Allah Rabbul ‘izzati. Sehingga KH. Ahmad Rifa’i di bab ilmu ushul dalam kitab nadzom tarajumahnya sering menekankan pentingnya gulang-gulang/mengulang-ulang syahnya iman, yang di kalangan orang Rifa’iyah dikenal dengan istilah taslim, agar tidak seperti orang-orang Arab Badui yang sudah masuk Islam tapi belum beriman, atau orang munafik yang imannya masih berada dipinggiran atau dipermukaan yang slalu melihat arah angin.

    Orang beriman disebut mukmin. Seorang mukmin itu percaya kepada Allah dengan semua sifat-Nya yang agung. Terangkum dalam 99 Asma’ul Husna-Nya. Salah satu dari 99 sifat itu adalah al-Mu’min (Yang memberikan rasa aman). Maka seorang yang sungguh-sungguh beriman pasti merasa aman hidupnya karena yakin terhadap perlindungan Allah SWT. Dan pada gilirannya seorang mukmin juga akan memberikan rasa aman kepada siapa saja, masyarakat dan lingkungan di mana dia berada. Rasa aman yang dijamin oleh seorang mukmin kepada orang lain itu menyangkut keamanan hartanya, darah atau nyawanya, dan kehormatannya.

    Yang paling inti dari iman dalam agama Islam adalah tauhid, yang diungkapkan dalam kalimat la ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Diawali dengan kalimat penafian “Tidak ada apapun dan siapapun yang patut disembah dan dituhankan”, kemudian diikuti dengan kalimat penegasan “Kecuali Allah”. Kalimat tauhid yang hakiki jika tertancap di dalam hati akan menghasilkan energi dahsyat yang melahirkan revolusi di dalam diri orang yang meyakininya, dan pada gilirannya akan mengubah dunia.

    Rasulullah SAW. Menyebut kalimat tauhid itu sebagai kunci surga. Karena dengan kalimat yang merupakan pernyataan iman itulah amal kebaikan yang dilakukan manusia di dunia ini mempunyai nilai dihadapan Allah SWT. Sedangkan orang yang tidak beriman, amalnya bagaikan fatamorgana. Yang tampak ada padahal tiada.

  • Iman: Mengamankan Kemanusiaan

    Iman: Mengamankan Kemanusiaan

    Sebagai agama tauhid, Islam memusatkan iman sebagai pondasi  dalam semua tatanan bangunan sistem nilai. Iman menurut bahasa adalah membenarkan sesuatu. Trem iman dapat diartikan dengan aman yang kata kerjanya mengamankan. Sedangkan menurut terminologi, iman merupkan pembenaran dalam hati terhadap sesuatu yang dibawakan Rasulullah Saw. Walupun iman dikatagorikan sebagai amal yang berada dan dilakukan di dalam hati, namun iman mempengaruhi cara berfikir, bersikap dan berprilaku dalam menghadapi berbagai persoalan. Jika keimanan seseorang bertambah kokoh dan kuat, maka potensi iman yang dimiliki akan semakin maksimal dalam mempengaruhi perilakunya.

    gambar Markas Pemuda Tanbihun Demak

    Baca Juga

    Pengaruh iman atas amal dapat kita jumpai dalam beberapa ayat al-Quran dan Hadis. Misalnya, dalam surah al Baqarah ditegaskan bahwa orang yang  bertaqwa sehingga menjadikan keselamatan baginya adalah orang yang beriman yang diikuti dengan amal dzahir berupa shalat dan kemudian amal dengan harta yang di sebut zakat. Penegasan iman sebagai pondasi beramal dalam ayat tersebut sangat kentara. Amal, baik berupa ibadah mahdzoh maupun ibadah gairu mahdzoh haruslah berakar dari iman yang berada dalam hati. Penyertaan iman dalam seluruh kegiatan, perilaku, amal dan ibadah diperlukan agar tercapai pertalian antara habluminallah dan habluminanas. Sebab, manusia sebagai makhluk sosial akan senantiasa melakukan interaksi atau amal kepada manusia lain dengan mempertimbangkan kepantasan dan kepatutan hukum sosial. Amal atau intetaksi apabila tidak dibarengi dengan keimanan dalam hati, seringkali mencebak manusia pada sifat yang tercela dan bahkan seringkali mengundang malapetaka dikemudian hari. Contoh, berbuat baik kepada orang lain yang tidak didasari iman, akan menuntut atas orang lain untuk membayar kebaikannya. Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka kebencian bahkan pertikaian akan muncul dipermukaan. Pertalian antara iman dan amal harus selalu dijaga dan dirawat agar terhindar dari tuntu-menuntut anatar manusia tentang kebaikan yang sudah dilakuakan yang mengundang permungsuhan. Lebih lanjut lagi, amal yang didasari oleh iman mempengaruhi ketahanan batin atas hujatan ataupun kritikan yang disebabkan oleh amal dhahir. Oleh karena itu, iman sebagai pokok pondasi dan ketahanan dalam beramal, perlu diupayakan keabsahannya demi menyiapkan lahan yang subur bagi amal untuk tumbuh, berkembang dan berbuah. Sebagaimnan kiai Ahmad Rifai Kalisalak dalam kitab Riayah menuliskan bait seperti berikut,


    Sakurang-kurang mukallaf nyito milahur

    Sekedar sahe iman pepek syarat jujur[1]

    Artinya

    Sekurang-kurangnya mukallaf  berusaha mendahulukan

    Sekedar sahnya iman genap syarat jujur

    Taman Jln. abdurrahman

    Pengupayaan keabsahan iman dapat dikatakan sebagi modal utama dan pertama dalam melakukan berbagai amal baik dan sekaligus sebagai imun atas hujatan ataupun kritikan dari manusia yang bersifat menjatuhkan dalam menjalankan ibadah. Sebagai contoh, seorang yang melaksanakann ibadah amar ma”ruf yang kemudian tidak direspon baik oleh masyarakat, malahan kritikan tajam menyasar kepadanya, jika pelaku amar ma”ruf tersebut tidak membawa iman dalam menjalankan ibadah tersebut, maka hatinya sangat rentan terjangkiti virus keputus-asaan yang melumpuhkan semangat ibadah amar ma’ruf. Namun jika pembawa ibadah tersebut, menjadikan iman sebagai pondasi dalam melakukan ibadah, maka respon apapun dari masyarakat tidak mempengaruhi kesemangatan baginya dalam melasanakan ibadah tersebut. Sebab, ia hanya menjalankan perintah Allah Swt untuk memuliakan manusia dengan menjalankan amar ma’ruf. Dengan demikian, iman menjamin keamanan pribadi dari virus yang mematikan hati nurani.

    Sebagaiman peran iman menjadi pondasi dalam beramal, maka bangunan amal haruslah berdasarkan pola pondasi keimanan. Refleksi keimanan harus dipantulan dalam kehidupan sehari-hari melalui amal saleh. Sehingga transoframsi iman kedalam konteks prilaku keseharian tampak dan mencerminkan perilaku orang yang beriman. Transformasi iman kedalam prilaku dan tindakan bertujuan untuk menjaga atau mengamankan titah martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah Swt.[2] Penjagaan dan pengamanan manusia atas kemuliaannya, dipertegas dengan pemberlakuan syariat yang menitik beratkan pada tercapainya kemaslahatan untuk manusia. Sebagaiman pendapat syaikh Izzudin sebagai berikut,[3]

     الشريعة كلها مصالح اما تدرأ مفاسد أو تجلب مصالح

    Artinya: Semua syariat merupakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan, ada yang menolak kerusakan atau menarik kebaikan.

    iman dapat berfungsi sebagai pengaman adalah dengan menjalankan syariat agama. Dengan kata lain, menjadikan iman sebagai pilar penyangga dalam menjalankan syariat. Dengan demikian, iman akan nampak menjadi pelindung kemuliaan manusia.

    Baca Juga

    Menjalankan syariat merupakan sarana bagi umat Islam dalam mengupayakan kemaslahatan serta menghindarkan dari kerusakan dalam rangka mempertahankan atau mengamankan kemualiaan manusia, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. pengamanan iman atas kemuliaan manusia yang terejawentahkan dengan syariat, dapat dilihat dari manfaat menjalankan syariah bagi manusia. Seperti pengsyariatan shalat, berbagai manfaat terdapat didalamnya, seperti menyehatkan badan,  menjauhkan manusia dari nafsu yang mengajak pada keburukan,[4] serta memenuhi kebutuhan manusia sebagai manusia spritual. Pengsyariatan puasa juga mempunyai manfaat untuk manusia, diantaranya adalah mencegah datangnya penyakit dan meningkatkan kepekaan dalam menyantuni orang kelaparan karena miskin.[5] Begitu juga pengsyariatan zakat, di dalamnya terdapat manfaat, diantaranya adalah melatih diri untuk dermawan.[6] Dengan demikian, iman berujung pada amal yang bertujuan memanusiakan manusia. Meminjam bahasa Kuntowijoyo ‘Islam sebagai agama yang memusatkan dirinya pada keimanan terhadap Tuhan, tetapi mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban manusia’.[7]

    Merefleksikan iman kedalam prilaku dan tindakan sebagai upaya mengamankan kemanusiaan, dapat dilakukan melalui pengamanan diri sendiri dari setiap tindakan yang menggerus martabat kemuliaan manusia. Dengan menjalankan kewajiban serta menjauhi larangan agama, maka kemuliaan akan disandang karena bersanding dengan yang Maha Mulia. Hal ini, diisyarahkan oleh hadis hudtsi sebagai berikut,

    وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

    Artinya: Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. (HR. Bukhori).

    Orang yang berusaha menampakkan keimanan kedalam perilaku dan tindakan melalui kesungguhan dalam  menjalankan kewajiban serta menjauhi larangan agama, secara otomatis mendekati yang Maha Mulia, sehingga ia berpotensi menerima kemuliaan dari-Nya. Dalam bahasa jawa bernadzam KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak menuliskan tentang penekanan atas mukallaf untuk senang berlaku adil, sebagai berikut,

    Baca Juga

                Wajib mukallaf ing adil arep roghof

                Ikilah kalam ulama fahamen ya talib

                Lan aran wong adil riwayat tinemune

    Iku islam aqil balig dateng nabi agamane

    Kang ora ngelakoni maksiat gedhe dosane

    Lan ura ngekelaken atas cilik durokone[8]

    Artinya,

    Wajib atas mukallaf kepada adil supaya senang

    Inilah pendapat ulama pahamlah wahai pelajar

    Dan benar nama adil riwayat ditemukan

    Yaitu islam, berakal, baligh, telah datang agama Rasul

    Tidak melakukan maksiat besar dosanya

    Dan tidak terus-menerus( melakukan) atas kecilnya durhaka

    Dengan demikian, berlaku adil dengan menjauhi larangan demi mengamankan hati dan perilaku dari tetesan tinta hitam yang menodahi dan mencemari kejernihannya adalah bentuk usaha merefleksikan atau memantulkan iman kedalam kehiduapan nyata. Melalui pemantulan tersebut, iman nampak sebagai pengaman kemuliaan manusia.

    Taman Pemuda Tanbihun difoto dari sudut depan Markas

    Melalui pengamanan diri sendiri atas berbagai prilaku atau tindakan yang menjatuhkan martabat manusia, proyek pengamanan kemuliaan manusia (dalam sebuah kaum) mendapat angin segar yang akan membawa dan menyebarkan benih pengamanan dari satu orang keorang lainya. Dan begitu seterusnya. Sehingga keamanan yang menjamin kemuliaan
    ( agama, akal sehat, kehormatan, harta, nyawa dan nasab) manusia akan tergapai yang akan menghantarkan manusia pada kemuliaan peradaban. Bukankan Tuhan akan merubah suatu kaum apabila kaum tersebut mau merubah pada diri mereka sendiri[9]???


    [1] KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak, Riayatul Himmah, Kurasan 1.

    [2]ولقد كرمنا بني ادم

                    Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (QS: Al Israa’: 70)

    [3] Syaikh Izzudin ibnu Abdi as-Salam, Qowaidul Ahkam Fi Masalih al-Anam, (Bairut: Darul Kitab Ilmiyah, 2004). Hlm. 11, Juz 1.

    [4] Ali Ahmad Aj-Jurjari, Hikamah at-Tasrik wa Falsafatihi (Jeddah: al Haramain, tanpa tahun), Hlm. 106 Juz. 1.

    [5]  Ibid 204, Juz 1.

    [6] Ibid 172, Juz 1.

    [7] Kuntowijoyo, Paraigma Islam: Interperetasi Untuk Aksi, (Sleman: Tiara Wacana, 2017), Hlm, 179

    [8] KH. Ahmad Rifa’i, Husnul Mitolab, kurasan 7.

    [9] QS: Ar Ra’d:11

  • Pengertian Sifat Sombong dan Ujub

    Pengertian Sifat Sombong dan Ujub

    Pengertian Sifat Sombong Pemudatanbihun.Com membanggakan diri – merupakan sifat Iblis. Keduanya mempunyai makna yang berbeda, dengan sedikit persamaan. Tutur yang saya dapat dari beliau K.H Maimoen Zubair pada saat ngaji kitab Ihya’ Ulum ad Din, “Iblis dapat dikatakan ujub juga bisa dikatakan sombong dalam masa atau waktu yang berbeda, ia mempunyai sifat ujub ketika Nabi Adam as. belum diciptakan, dan ia memiliki sifat sombong setelah Adam as. tercipta”.

    Dari keterangan di atas, kita dapat membedakan antara sifat sombong dan sifat ujub. Sombong adalah suatu sifat yang membuat seseorang merasa tinggi di atas orang lain, dalam menyandang kesempurnaan. Dan tidak dinamakan sombong, jika seseorang merasa dirinya sederajat atau di bawah derajat orang lain.

    Pengertian Sifat Sombong

    Pengertian Sifat Sombong

    Seperti menghina orang dengan merasa dirinya lebih rendah dari orang yang dihina atau merasa sederajat dengannya, hal itu tidak dinamakan sombong.

    Oleh karena itu Iblis memiliki sifat sombong sebab ia merasa lebih mulia daripada Adam as. yang dilihat dari nasab (asal kejadian), sebagaiman firman Allah swt. dalam surat Shad ayat 76,

    قَالَ أنا خَيْرٌ منْه خَلَقْتَنِي مِن نَار وَخَلقتَهُ مِن طِيْنٍ

    Artinya: Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya (Adam as.), karena engkau ciptakan aku dari api, sedang dia engkau ciotakan dari tanah”.

    Sedangkan sifat Ujub atau membanggakan diri adalah sifat yang membanggakan diri sendiri yang terdapat dan bersemayam di hati seseorang. Dan boleh jadi, jika Iblis diciptakan sendirian berpotensi membanggakan diri alias ‘Ujub. Dan hal ini dipertegas oleh dawuh yai Maemoen, “bahwa Iblis memiliki sifat ujub sebelum terciptanya Adam as”.[1]

    Seperti yang kita ketahui, bahwa kita tidak boleh bersifat sombong karena sombong adalah sifat Iblis, akan tetapi ada pencecualian jika terdapat sebab atau alasan yang pasti. Sombong itu dilarang oleh islam, kecuali menyombongi orang yang sombong. Sebagaimana disampaikan oleh Rosulullah SAW  dalam sebuah hadis;

    قال رسول الله ص.م. : اذا رأيتم المتواضعين من امتي فتواضعوا لهم, واذا رايتم المتكبرين فتكبروا عليهم, فان ذالك مذلة لهم وصغار

    Artinya: Rosulullah SAW bersabda: “Apabila kamu sekalian melihat ummatku yang rendah diri, maka bersikaplah rendah diri pada mereka. Dan apabila kamu sekalian melihat orang-orang yang sombong maka bersikaplah sombong pula pada mereka. Sesungguhnya kesombongan itulah yang menyebabkannya lebih terhina dan lebih kerdil”.[2]

    Mengenai menyombongi orang yang sombong, dalam kitab Faidhul Qodir 4/277  terdapat  atsar, seperti berikut;

    وفي أثر: الكبر على المتكبر صدقة لأن المتكبر إذا تواضعت له تمادى في تيهه وإذا تكبر عليه يمكن أن ينبه

    Artinya: Dan dalam atsar : “menyombongi orang yg sombong adalah sodaqoh, karena sungguh orang yg sombong ketika anda tawadhu’ padanya maka dia akan nglamak (bertambah) dalam keangkuhannya. Dan jika anda menyombonginya maka  mungkin kesombonganmu menjadi peringatan (nasihat) baginya.[3]

    Hal ini dilakukan agar orang yang sombong merasa bahwa dirinya sombong sehingga ia bermuhasah atau mengintropeksi dirinya untuk lebih baik dalam berperilaku bermasyarakat yang tidak menyakiti dan mendzalimi sesama manusia.


    [1] Ihya’ Ulum ad Din Al Ghazali

    [2] Ibid.

    [3] Faidhul qodir

    wikipedia

  • Belajar Iblis: Upaya Muhasabah Diri

    Belajar Iblis: Upaya Muhasabah Diri

    Nama iblis sering kita dengar, entah itu dari ceramah kiai sampai pada umpatan teman. Jika Kiai yang menggunakan kata iblis dalam ceramahnya, maka sering dikaitkan dengan mungsuh nyata bagi manusia serta terdapat anjuran untuk tidak mengikuti Iblis. Berbeda jika kata itu keluar dari umpatan lidah, maka yang terjadi adalah bentuk mengibliskan manusia. lantas siapa, atas dasar apa, bagaimana siasat dan tujuan Iblis yang dimaksut Kiai sehingga kita dituntut menjauhinya. Pertanyaan itulah yang hendak  didiskusikan dalam tulisan kali ini, sebagai upaya Muhasabah diri.

    Iblis merupakan makhluk yang paling mulia sebelum bapak adam diciptakan bahkan lebih mulia dari pada malaikat sekalipu, dan sekaligus ia makhluk yang pertama kali berani menatang perintah Allah SWT.  secara terang-terangan untuk bersujud kepada Adam. Ia sombong merasa lebih mulia, karena ia dibuat dari api sedangkan adam dari tanah. Sedari itu, iblis dilengserkan derajatnya oleh Allah SWT, dari serangkaian pangkat yang pernah menghisasi lengan dan dada iblis, dipreteli dan digantikan dengan pangkat lain, yakni laknatullah alaih.

    Mengenai iblis, ada baiknya untuk menyinggung mengapa iblis berbuat dosa pada Allah SWT dengan meyombongkan dirinya dibandingkan makhluk baru itu. Zaman dahalu sebelum manusia menghuni bumi ini, Allah SWT telah menurunkan terlebih dahulu makhluk yang diberi nama jin untuk mendiamai bumi. Alih-alih merawat bumi, malahan mereka membuat kerusakan di bumi melalui perang dan pengaliran darah antar bangsa jin itu sendiri. Bayaknya peperangan yang semakin memperburuk kondisi bumi, Allah SWT. memerintahkan Iblis dan Malaikat untuk memerangi bangsa jin yang sering membuatn ribut di bumi. Walhasil, pasukan iblis beserta malaikat dapat memenangkan pertempuran di bumi, sehingga bangsa jin berlarian kelaut dan puncak gunung-gunung.

    Karena bangsa jin terbuat dan tercipta dari lidah api, maka Iblis yang tercipta dari racun api merasa dirinya-lah yang berkontribusi besar dalam memenagkan perang melawan bangsa jin. Pastinya Allah SWT mengetahui perasaan “berjasa” iblis dalam peperangan. Dalam benak iblis “nak ora insung sinten maleh?”.

    Selanjutnya Allah SWT merencanakan tentang penciptaan makhluk yang kelak dijadikan sebagai pemangku atau khalifah bumi yang terbuat dari tanah yakni manusia pertama sekaligus bergelar bapak manusia, Adam. lebih dari itu, Ia dinobatkan  sebagai pemangku buwono. Adam As diangkat derajatnya melampaui derajat iblis dan malaikat melalui anugrah Allah SWT berupa penguasaan Adam terhadap ilmu. Sehingga iblis dan malaikat diberi mandat oleh Allah SWT untuk bersujud kepada adam.[1]

    Iblis menolak untuk bersujud kepada Adam As, sekalipun diperintah langsung oleh Allah SWT. Kemudian terjadilah dialog antara Allah SWT dengan Iblis, wahai iblis sebab apa engakau tidak bersama-sama sujud terhadap Adam, Allah bertanya pada Iblis. sungguh saya tidak pantas bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah, karena aku adalah makhluk inti yang termulia dan tertinggi, jawab Iblis. Keluarlah engkau dari golongan malaikat yang mulia, sungguh engkau terusir dan jauh dari rahmat sampai hari kiamat, sahut Allah SWT. Kemudian Iblis mengajukan permintaan kepada Allah SWT, wahai Tuhanku, berikanlah tangguhan kepadaku sampai hari di mana Adam dan keturunannya dibangkitkan di hari pembalasan. Dengan maksut agar ia terhindar dari kematian. Lantas Allah menjawab permintaan Iblis, sungguh engkau ditangguhkan sampai hari di mana trompet pertama dibunyikan yaitu hari yang semua makhluk mati di dalamnya. Lalu Iblis bersumpah, Wahai Tuhanku, karena engkau telah memutuskan sesat terhadapku, sungguh akan aku indahkan maksiat bagi manusia di bumi, dan sungguh akan aku sesatkan mereka semua kecuali sebagian dari hamba-hamba-MU yang ikhlas. Ikhlas adalah jalan yang menuju kemuliaan dan pahala-KU yang tidak terdapat bengkok di dalamnya, jawab Allah SWT. Sungguh hamba-KU, baik yang ikhlas ataupun yang tidak ikhlas, tiada kekuasan bagimu atas mereka, kecuali orang yang mengikutimu yaitu orang yang sesat, susulan jawaban Allah SWT untuk menyangkal prasangka Iblis yang menyakini bahwa Iblis mempunyi kuasa atas penyesatan manusia.[2]

    Dalam dialog di atas, iblis berjanji menyesatkan manusia dengan menghiasi, mempercantik dan memperindah maksiat di muka bumi bagi manusia, agar mereka tersesat sehingga mengikuti jalan iblis. Begitu pula Janji Iblis yang terekam dalam surah shaad ayat 82, artinya sebagai berikut, “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, Aku akan menyesatkan mereka semuanya”. Hal ini.dilakukan Iblis karena kehasutan iblis terhadap manusia.

    Untuk merayu manusia, iblis akan mendatangi manusia dari berberbagai arah dari samping kanan dan kiri, serta arah depan dan belakang seraya menawarkan janji palsu yang akan melalaikan manusia dari kebenaran, dan memperindah perbuatan maksiat bagi manusia, seperti meyakini pendapat pribadi atau kelompok sebagai kebenaran tunggal. Hal ini, dimaksudkan iblis agar manusia tersesat dari jalan Allah SWT dan tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT.[3]

    Tujuan diciptakannya manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Tidak mudah bagi manusia untuk mencapai hal tersebut, karena Iblis selalu siap-siaga untuk membujuk dan merayu manusia agar menyimpang dari jalan yang lurus sehingga manusia tidak dapat menggapai kebahagian dunia dan akhirat. Kepentingan manusia adalah menyembah dan beribadah kepada Allah SWT, sedangkan kepentingan iblis adalah mengajak manusia untuk membangkang kepada Allah SWT, maka pantaslah bagi manusia untuk mengambil jalan memugsuhi iblis dengan tidak mengikuti jalan Iblis. Hal ini, di singgung oleh Allah dalam al Quran yang artinya:

    Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS: al Baqarah;168)

    Orang yang terperdaya dan terbujuk atas rayuan iblis adalah mereka yang mengikuti tapak tilas iblis, yang menjadikan iblis berkuasa menyesatkan atas manusia kearah kehinaan. Sesuai janji Iblis kepada Allah SWT untuk menyesatkan semua manusia keculia hambah Allah SWT yang ikhlas. oleh karena itu,orang yang ikhlas tidak akan terperdaya apalagi tergoda oleh rayuan iblis, sebab iblis tidak punya kekuasaan atas mereka.

    Ikhlas merupakan salah satu jurus ampuh bagi manusia untuk dapat terhindar dari kesesatan iblis, sebab ihklas merupakan rahasia Allah SWT. yang dititipkan kepada hamba-NYA yang dicintai. Oleh Ulama, ikhlas didefinisikan sebagai bentuk kehendak meng-Esakan Allah SWT dalam melakukan ibadah, yaitu menghendaki perbuatan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT semata. Terdapat tiga tingkatan dalam ikhlas, pertama tingkatan tinggi, yaitu melaksanakan perintah serta memelihara kewajiban taat kepada Allah SWT hanya karena untuk Allah SWT semata. Kedua tingkatan tengah, yaitu melakukan dan melaksanakan ibadah karena mengharap pahala di akhirat. sedangkan ketiga adalah tingkatan rendah, yaitu menjalankan ibadah untuk kemuliaan dan keselamatan di dunia. Adapun sebab-sebab yang menghantarkan manusia untuk mencapai keikhlasan adalah dengan mengetahui pentingnya posisi ikhlas yang menentukan kemanfaatan amal bagi manusia di dunia dan akhirat. Dengan menghayati dan mengamalkan ikhlas dalam setiap pelaksanaan ibadah yang dilakuakan manusia, iblis tidak akan mempunyi kekuasan atas manusia untuk menyesatkannya, karena manusia telah memasuki wilayah perintah Allah SWT sehingga  Allah SWT lah yang menjadi pelindung baginya.[4]

    Hemat penulis, alasan sifat ikhlas dapat menangkal rayuan, bujukan dan bisikan iblis, karena sifat ikhlas menafikan sifat ujub atau merasa paling benar dan sombong yang dimiliki iblis, dan sekaligus menjadi sebab turun pangkat yang di derita iblis dan pada akhirnya digelari laknatullah alaih. Karena tidak mempunyai sifat ujub apalagi sombong, penghayat sifat ikhlas tidak mempunyai kepentingan kecuali melaksanakan perintah Allah SWT sehingga mereka tidak mengenal iblis serta berbagai godaannya, sebab tidak sesuai dengan kepentingannya.

    Adapun maksut hikayat tentang iblis adalah untuk mencegah manusia dari sifat iri hati dan sombong. Sebab, lankah awal mengikuti iblis tidak lain adalah dengan menumbuh-suburkan perasan sifat iri hati dan sombong. Pasalnya, kaum musyrik makkah memungsuhui, mengintinidasi dan mengintervensi Nabi dan para Sahabat, dikarenakan mereka memiliki sifat tersebut. Sifat sombong berakar dari sifat ujub dan berbuah penolakan terhadap kebenaran, tanpa didasari  alasan dan bukti yang logis serta empiris. Oleh karena itu Allah SWT menginginkan bagi manusia untuk selalu belajar dan mencari kebenaran-kebenaran, agar terhindar dari sifat di atas.

    Manusia dari asal kejadiaannya adalah mengetahui dan taat kepada Allah SWT , bukan bodoh dan takabur, maka seharusnya manusia berfikir sebagi proses memperoleh pengetahuan dan bermaksut melakukan ibadah, sebelum menentukan pilihan dalam bertindak, agar tidak salah dan juga berniali ibadah di mata Allah SWT. sifat dan perilaku bodoh, sombong serta melanggar hukum Allah SWT, agaknya menodai sifat asli manusia.[5]

    iblis dengan terang-terangan akan menyesatkan semua manusia dari jalan kebenaran, dengan melalui cara apapun akan mereka tempuh demi terlaksana hasrat tersebut. Namun oleh Allah SWT. dibatasi, hanya manusia yang mengikuti jejak iblislah yang dapat disesatkan olehnya.

    Menapaki jejak iblis adalah dengan mewarisi sifat iblis yang berupa ujub, sombong dan iri hati atau drengki. Seseorang  yang menanam, merawat dan memetik buah dari sifat tersebut adalah penjilmaan iblis berbentuk manusia. Termasuk penyebar dan penanam politik identitas, yang lagi ngetren, menjangkiti dan meracuni rakyat agar tumbuh dan bersemi sentimen antar identitas yang berujung pada perpecahan rakyat demi memetik hasil untuk kepentingan pragmatis mereka, adalah wujud Iblis Politik.


    [1] Diolah dari tafsir Ibnu Katsir Surah al Baqarah Ayat 35.

    [2] Diolah dari tafsir al Munir Surah al Hijr Ayat 28-42

    [3] Diolah dari “Iblis Dan Upayanya Dalam Menyesatkan Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an” Anisah Setyaningrum.

    [4] Syaikh Muhamad Bin Salim Bin Said Ba Basil, Isadur-Rafiq,daruihyailkutub. Hal 4, juz, 2.

    [5] Dioalah dari tafsir Mafatihul Ghaib, QS: Asshod: 82.

  • Ihsan Terhadap Kedua Orang Tua

    Ihsan Terhadap Kedua Orang Tua

    IPenghormatan terhadap kedua orang tua, dalam Islam diperintahkan bahkan menjadi salah satu kewajiban anak terhadap kedua orang tuanya. Hal ini diisyaratkan dalam QS. An-Nisa; 36

    وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً

    Artinya.

                Sembahlah Allah SWT. dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa.

    dalam rentetan atau urutannya, ayat ini jatuh setelah  kalimat perintah untuk menyembah Allah SWT. dan larangan menyekutukan-NYA Sebagai penegasan tauhid.

    Tauhid adalah tidak menghambakan diri melainkan hanya kepada Allah  SWT. semata atau mengakui dan bersaksi bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Pentauhidan tersebut, menjadi pokok atau orbit ajaran agama yang sekaligus terpenting diantara syariat lain. Sebab melafaldzkan tauhid sebagai syarat untuk masuk islam. Pastinya, selain persaksiaan atas Nabi Muhammad SAW. sebagai utusan Allah SWT.

    Peletakan ayat yang jatuh setelah perintah menyembah Allah SWT. dan larangan menyekutukan-NYA, mengindikasikan sangatlah besar perkara tersebut. Sehingga sangat ditekankan bagi manusia untuk menjalankan isi kandungan ayat di atas. Sebab, begitu besar hak mereka untuk mendapat penghormatan dan sekaligus menjadi kewajiban bagi anak-anaknya.[1]

    Di sisi lain, kalimat ihsan yang dinakirahkan mempunyai maksut tertentu yaitu kesempurnaan[2]. Jadi ihsan yang diberikan anak terhadap kedua orang tuanya haruslah berupa ihsan yang kamal atau sempurna.

    Seperti halnya tauhid, berbuat baik kepada orang tua juga menjadi syariat yang masih dipertahankan dari kitab taurot sampai Al quran. Bahkan terdapat sebuah pendapat yang mengatakan bahwa terdapat tiga ayat yang diturunkan bersamaan dengan tiga ayat lainnya, yang Allah SWT tidak akan menerima salah satunya kecuali bersamaan. Pertama ayat perintah shalat yang bersamaan dengan perintah mengeluarkan zakat, kedua perintah mematuhi Allah SWT yang bersamaan dengan perintah mematuhi utusan-NYA dan yang ketiga perintah bersyukur tehadap Allah SWT yang bersamaan dengan perintah bersyukur terhadap kedua orang tua.[3]  

    Pasalnya, kedua orang tua sangat berjasa kepada anaknya. Diberikannya asuhan dan didikan yang diwujudkan melalui memberi dan memenuhi kebutuhan anaknya sebagai manifestasi kasih sayang yang terbungkus rapi dengan cinta tanpa pamrih.

    Penghargaan lebih diberikan Islam terhadap sang ibu dengan mewajibkan anak untuk mendahulukan ibu dari pada bapak dalam penghormatan seperti yang tertulis dalam kitab hadist, bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasullalah dengan tiga pertanyaan yang sama dan berurutan “siapakah orang yang palig berhak mendapatkan kebaikan” dan Rasullah menjawab dengan  jawaban yang sama yaitu “ibumu” .[4] Pastinya hal ini bukan tanpa alasan, sebab ibu adalah orang yang paling rekoso atau paling berjasa untuk anak. Rekoso sang ibu dimulai dari mengandung, melahirkan sampai menyusui. Di dalam melahirkan, sang ibu susah-payah yang tak terbayangkan bahkan nyawa pun dipertaruhkan untuk keselamatan kehidupan anaknya. Hal ini, digambarkan oleh QS Luqman;14,

    وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

    Artinya:

    Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

    Ayat di atas menggambarkan begitu beratnya beban yang ditanggung oleh seorang ibu seketika mengandung.

    Berlaku ihsan kepada kedua orang tua dapat dilakukan dengan  berlaku baik, berkata yang menyenangkan, rendah diri, sayang,  menaruh belas kasihan, berdoa yang baik untuk mereka. Dan hal yang serupa di atas meliputi perilaku yang dijadikan tugas oleh Allah SWT. untuk hamba-hamba-NYA.[5]

    Salah satu dari aksi penghormatan adalah sujud. Lalu bagaimana islam memandang sujud sebagai bentuk penghormatan terhadap kedua orang tua?. Agaknya, hal ini pernah disinggung oleh syaih Muhammad Salim bin Said Ba-basil dalam kitab yang diberi judul Is’adur-Rofiq. Beliau menukil pendapat yang berada di dalam kitab Al Muhtar yang mengatakan “ sujud kepada orang tua dalam rangka menghormati tidak menjadi penyebab kafir, sebab syariat datang dengan membawa nilai-nilai penghormatan terhadap orang tua bahkan syariat terdahulu terdapat syariat bersujud kepada orang tua yang tertulis dalam QS. Yusuf; 100,

    وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا

    Artinya

    Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.

    dengan menyandarkan atau berdasarkan makna yang dhohir yakni sujud, hal ini yang di ikuti oleh mayoritas ulama. Sedangkan yang lainnya mengarahkan pada makna merkungkung. Bagaimanapun juga, hal di atas dapat menghalangi penghukuman kafir atas orang yang sujud terhadap kedua orang tua”.[6]


    [1] Assyawkani. Fathul Kodiir. Maktabah Syamilah;Hal 535 juz 1.

    [2] Fahrudin Ar-Razi. Tafsir Kabir. Maktabah Syamilah;Hal 31 juz 25.

    [3] Abu Lais As-Samarqondhi.Tanbih Al-Gofilin. Maktabah Syamilah;hal 124-125 juz 1

    [4] Abu Lais As-Samarqondhi.Tanbih Al-Gofilin. Maktabah Syamilah;hal 124 juz 1

    [5] Tafsir atthobari hal 292 juz 2. Maktabah syamilah

    [6] Syaikh Muhammad bin Salim bin Said Ba-basil. Is’adu-Rofiq wa Bugyatul-Sidik. Darul ihyai al kutubi al arabiyati. Hal 59 juz 1

  • Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah

    Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah

    Al Fatihah merupakan salah satu surah dalam al Quran yang mencakup makna al Quran secara global. Oleh karena itu ia dinamakan sebagai ummul kitab.

    Selain ummul kitab, surah al Fatihah disebut juga surah sab’ul masani, karena ia di baca berulang-ulang di setip hari dalam menjalankan shalat. Adapun keutamaan dari surah tersebut adalah legitimasi Nabi yang terdapat dalam sahih bukhori, Nabi SAW bersabda:

    , لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي القُرْآن: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ «هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي »

    Artinya: sungguh akan aku ajarkan kepadamu surah yang paling agung dari surah yang terdapat dalam al quran, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam, yaitu surah tujuh yang diulang-ulang. (HR: Bukhori).

    Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah

    Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah

    Dalam surah tersebut terdapat salah salah satu ayat, yang menurut penulis menarik untuk dipelajari dalam tulisan kali ini. Maksut penulis adalah ayat yang menduduki nomer lima dalam urutan ayat surah al Fatihah yang berjumlah tujuh ayat, sebagi berikut:

    إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

    Artinya: Hanya kepadaMu kami menyemban dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan.(QS:Al Fatihah:05)

    Susunan kalimat ayat di atas terdapat fiil mudhorek -نَسْتَعِين ,نَعْبُدُ – yang diawali dengan huruf nun. Nun dalam fiil modhorek mempunyai arti bahwa sabyek atau pelaku pekerjaan lebih dari satu orang. Oleh karena itu, penerjemahan ayat tersebut menggunakan kalimat “kami” sebagi kata ganti dari sabyek atau pelaku pekerjaan. Seperti penerjemahan lafadz نَعْبُدُ, ditulis dengan “kami menyembah”.

    Ayat kelima ini, menjadi menarik karena menggunakan kata ganti untuk sabyek dengan huruf nun, bukan menggunkan huruf alif yang bermakna sabyek tunggal.

    Baca juga:

    RAHMAT YANG TERLUPAKAN
    TOLERANSI UNTUK PEREKAT KEMAJEMUKAN

    Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah – Penjelasan

    Sebuah kalimat mempunyai faidah ataupun makna sendiri-sendiri. Pemilihan dan penggunanan sebuah kalimat tertentu bagi seseorang, tentunya tidak terlepas dari tujuan yang dikehendakinya. Apalagi al Quran yang notabennya adalah kalam Ilahi, dalam menentukan kalimat yang digunakan pastinya mempunyai makna atau faidah.

    Lantas, apa maksut dari penggunaan huruf nun untuk fiil mudhorek dalam ayat di atas?. terkait pertanyaan ini, Muhamad Ali Asshobuny mencoba memahami ayat tersebut dalam karyanya yang berjudul safwatuttafasir, beliau memberi faidah atau makna tentang penggunaan huruf nun dalam ayat di atas.

    Adapun faidahnya adalah diberitahukan kepada seorang hamba, bahwa ia tidak pantas menempati pintu Raja-Diraja, sehingga seorang hamba berkata pada Rajanya, ya Tuhan, saya adalah hamba yang hina dan tidak berharga, maka tidak pantas bagiku untuk bertempat di tempat ini untuk bermunajat sendirian kepadaMu. Oleh karena itu, saya berkumpul dan menapaki jalan orang yang beriman, dan kami semua menyembah dan meminta pertolongan kepada-Mu.

    Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa huruf mudhoroah yang berupa nun mempunyai arti plural atau jamak. Hemat penulis, penggunaan huruf nun dalam ayat di atas mengisyaratkan tentang ikatan yang sangat kuat antara sesama muslim.

    Tingkat kesadaran tentang ikatan tersebut, mempengaruhi pada kuat dan lemahnya rasa tanggung jawab sosial serta insaf dalam hak dan kewajiban. Sehingga dirasa penting  tentang perihal kebersamamaan di antara orang islam dalam mengabdikan diri terhadap Tuhannya. Terlebih lagi, manusia dikatakan sebagi makhluk sosial.

    Kebersamaan yang dibingkai dengan penuh rahmah, saling menolong dalam kebaikan, saling mencintai kerena Allah dan saling berwasiat tentang kebaikan serta kesabaran, menjadi syarat mutlak untuk terlahirnya masyarakat yang madani.

    Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah – Kesimpulan

    Terkait ayat di atas yang berjudul Pertalian Muslim Dalam Surah al Fatihah, dapat disimpulkan bahwa selain berhubungan dengan Allah SWT, manusia diperintahkan juga untuk menjalin hubungan baik terhadap sesama manusia apalagi sesama muslim.

  • Ibadah Tanpa Ilmu

    Ibadah Tanpa Ilmu

    “ILMU TANPA IBADAH ADALAH HIMAR
    IBADAH TANPA ILMU ADALAH NERAKA”

    Semua ilmu pada dasarnya baik dan bermanfaat, karena di setiap ilmu ada keutamaan tersendiri, dan menguasai seluruhnya tidak mungkin alias mustahil, jika dikatannkan siapa orang yang mengetahui semua ilmu? Maka jawabanya semua insan pastinya, diriwayatkan dari hadis nabi saw. Beliau bersabda:
    من ظن أن للعلم غاية فقد بخسه حقه ووضعه في غير منزلته التي وصفه اللّٰه بها
    حيث يقول ـ وماأتيتم من العلم الا قليلا ـ
    Artinya: Barang siapa yang menyangka bahwa ilmu itu ada puncaknya maka sungguh dia adalah orang yang medzalimi hak ilmu, dan meletakan ilmu tidak pada tempatnya yang Allah telah mensifatinya sebagai mana Dia berfirman ” Tidak kalian diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit” (al Isro’ ayat 85). Sebagian ulama mengibaratkan ” orang mendalami ilmu itu bagaikan orang yang menyelam ke laut, dia tak bisa melihat daratan dan tidak tahu panjang dan lebarnya, begitu juga ilmu, tidak bisa dicapai berapa lama dan sampai mana.
    Apabila seseorang tidak mampu untuk bisa menguasai segala ilmu, maka wajib baginya mengetahui ilmu yang paling penting dan yang sangat dibutuhkan yaitu Ilmu agama, ilmu agama adalah ilmu yang penting dan utama bila di banding dengan ilmu lainya, karena manusia akan terarahkan dan terbimbing hidupnya dalam kebahagian dunia dan akhirat, sebaliknya, manusia akan tersesat dalam hidupnya jika tidak punya pegangan ilmu agama, contohnya, tidak akan syah ibadah seorang yang bodoh alias tidak tahu tata cara beribadah, dan syarat-syarat ketentuanya, dalam nadzom zubad menyebutkan yang berbunyi:
    وكل من بغير العلم يعمل ـ أعماله مردودة لا تقبل
    Artinya: Setiap orang yang beramal tanpa adanya ilmu pasti amalnya di tolak alias tidak diterima.
    oleh karena itu Rosulullah saw. bersabda dalam hadisnya:
    فضل العلم خير من فضل العبادة
    Artinya: “Keutamaan ilmu itu diatas keutamaan ibadah”.
    Tujuan ilmu yaitu mendorong seseorang untuk beribadah, dan ibadah tanpa adanya ilmu bukan dinamakan ibadah, jadi ilmu agama itu wajib dimiliki seorang hamba, sesuai sabda nabi saw.:
    طلب العلم فريضة على كل مسلم
    Artinya:” wajib bagi orang muslim laki-laki dan perempuan menuntut ilmu”
    Beribadah sudah menjadi kewajiban seorang àbid , begitu juga mahluk gaib yaitu jin, dalam surat adzàriyat ayat:56 Allah berfirman:
    وما خلقت الجن والإنس الا ليعبدون
    Artinya: ” Tidak saya ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” Jadi ilmu dan ibadah itu sama-sam wajib, tidak bisa di pisahkan antara keduanya, meskipun ilmu itu lebih utama dibandingkan ibadah menurut teks hadis di atas, dan dikuatakn pilihan Rosulullah, beliau lebih suka dan memilih majlis ilmu daripada majlis dzikir. Diriwayatkan oleh Abdullah bin umar bahwa Rosulullah disaat masuk masjid beliau melihat dua majlis, yang satu berdzikir dan majlis yang satu belajar fiqih, maka beliau bersabda:
    كلا المجلسين على خير وأحدهما أحب إلي من صاحبه أما هؤلاء فيذكرون اللّٰه تعالى ويسألونه فإن شاء أعطاهم وإن شاء منعهم وأما المجلس الآخر فيتعلمون الفقه و يعلمون الجاهل وإنما بعثت معلما وجلس إلى أهل الفقه
    Artinya: “Kedua majlis ini semuahnya dalam keadaan baik akan tetapi diantara keduanya ada yg lebih unggul. Adapun mereka yang sedang memohon kepada Allah, jika Allah menghendaki maka mereka akan diberi, dan jika tidak maka Allah akan menolak permohonan mereka. Adapun mereka yang sedang mengajarkan ilmu kepada orang yang belum tahu, ketahuilah hanya saja Aku diutus sebagai pengajar ilmu, dan merekalah yang paling unggul.” Kemudian beliau saw duduk bersama orang-orang belajar.
    sulthonul ulama al Imam Abdullah bin Salam dalam kitab qowaid nya berkemuka:” mana yang lebih utama antara ilmu dan ibadah”?
    a. Ilmu lebih utama daripada ibadah bagi orang bodoh
    b. Ibadah lebih utama daripada ilmu bagi orang yang sudah berilmu.
    Masih ada satu lagi yang utama dan paling utama bagi seorang mukmin yaitu “Berilmu dan rajin beribadah”
    Terkadang statemen orang non muslim ada cocoknya, dalam artian secara luas terkait dengan tema diatas , seperti tokoh terkemuka, pakar fisika dari keturunan yahudi dari jerman yaitu Albert Einstein berkata: “Agama tanpa ilmu adalah buta Ilmu tanpa agama adalah lumpuh”
    Referensi:
    -Adabudunya waddin
    -Qowaidul ‘ala masholihul anam
    -Nadzom az Zubad
    Wallahu a’lam.