Blog

  • Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Hiruk pikuk dunia memang rentan membuat hati seseorang gampang goyah, labil pendirian dan mudah berubah-ubah. Itupun tidak pandang usia, entah itu anak muda atau orang tua. Wajar saja kalau memang begitu, sebab karakter hati memang mudah terbolak balik sebagaimana pengambilan maknanya dari kata qolbu yang berasal dari masdar (kata kerja) taqollabu yang memiliki arti terbolak-balik versi bahasa Arabnya.

    Tidak sedikit perilaku dan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh suasana hatinya, hati yang mudah terpengaruh oleh keadaan yang tidak memihak, bisa disebabkan karena sakit hati (disakiti), bisa juga karena kecewa sebab harapan dan keinginan yang tidak kunjung terkabul, bahkan gagal di waktu yang dini.

    Tidak hanya itu, justru penyakit hati sangat sulit terdeteksi, karena banyak orang yang tidak merasa alias kurang sadar apakah sudah benar yang ia pikirkan dan jalankan. Selain itu, penyakit hati juga sulit untuk diobati bila dibandingkan dengan penyakit jasmani yang telah bersarang di badan, karena hanya dengan diagnosa dokter dan alat medis penyakitnya mudah  ditebak atau diketahui jenisnya.

    Contoh-contoh penyakit hati, seperti sombong, ujub, ria, sumah, iri, dengki dsb. Ironisnya, penyakit-penyakit inilah yang memiliki pengaruh besar untuk merusak akal, akhlak, hingga akidah seseorang muslim yang tidak berdaya menghadapi germelapnya zaman. a‘uzdubillah min zdalik.

    Maka dengan demikian, termasuk bentuk penghambaan seorang mukin adalah bagaimana  ia bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Diantara cara pendekatan ialah melalui berzikir, entah itu zikir bilisan (dengan lisan), bilqolbi (dengan hati) maupun bilarkan (dengan perbuatan). Sehingga dengan cara ini ia sebagai mukmin mampu membentengi hati dan dirinya dari afat-afat (kerusakan-kerusakan) hati, godaan nafsu setan; dan ia juga dapat meraih kedudukan yang spesial di sisi Allah Swt.

    Ayo kita sempatkan zikir, meskipun tidak bisa melanggengkan zikir setiap saat, cukup dengan sebentar saja merapalkan zikir sehabis salat lima waktu. Tidak perlu lama-lama, meskipun sebentar dengan istikimah maka lebih baik daripada durasi lama tapi tidak konsisten atau istikamah. Wallahua’alam.

    Dalil-dalil Zikir

    Sesungguhnya zikir[1] adalah kalam tayib yang mampu beranjak naik ke hadirat Allah Swt.  dan zikir juga merupakan amal saleh yang dapat diterima Allah Swt. karena zikir yang menggunakan hati dengan menghadirkan lafal-lafal serta makna-maknanya adalah perintah Allah terhadap Nabi Musa alaihi salam, perintah dengan bentuk salat yang didirikan dalam rangka ritual berzikir (ingat Allah), hal itu sebagaimana firman Allah Swt. dalam Alquran yang ditujukan kepada beliau Nabi Musa a.s.,

    اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا فَاعْبُدْنِيْ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

    Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (Thaahaa: 14)[2]

    Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk beruswah (mengikuti) kepada petunjuk para Nabi dan Rasul sebelumnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam kitab-Nya,

    اُولٰىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْ

    Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al An’aam: 90)

    اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

    Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al Anbiyaa’: 90)

    Zikir bukan sekedar ritual tambahan, akan tetapi zikir adalah ritual pokok dalam hidup seseorang, karena zikir adalah media seorang hamba terhadap rabnya, sehingga jangan sampai putus hubungan itu, kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian zikir itu penting, sehingga Allah mengingatkat Nabi-Nabi-Nya jangan sampai lupa atau tidak berzikir. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa dan Harun alaihima salam yang telah terekam dalam Alquran,

    وَلَا تَنِيَا فِيْ ذِكْرِيْ

    Dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku. (Thaha: 42)

    Implimentasi zikir juga tersyarakkan dalam doa Nabi Musa yang meminta kepada Allah Swt, doa yang kalamkan Allah dalam Alquran karim pada Surat Taha: 29-35,

    وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْ ۙ هٰرُوْنَ اَخِى ۙ اشْدُدْ بِهٖٓ اَزْرِيْ وَاَشْرِكْهُ فِيْٓ اَمْرِيْ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ۙ وَّنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا ۗ  اِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرًا

    Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami.” (Taha: 29-35)

    Sudah seharusnya bagi kita, seperti ulama pengajak (pendakwa)mke jalan Allah Swt. kader-kader ulama, para pencari ilmu (santri) dan orang mau belajar agama _lebih-lebih bagi orang-orang selain dibidang itu_ untuk mengikuti (itibak) pada Rasulullah Saw. yang selalu berzikir di setiap waktu dan selau memperbanyak bacaan Alquran di dalam salat-salat wajib maupun salat-salat sunahnya, khususnya di dalam salat malam dan salat fajarnya. Sebagaimana firman Allah Swt.,

    وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

    Dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra’: 78)

    Messkipun seorang Nabi yang terjaga dari perbuatan maksiat, Nabi Muhammad Saw. selalu meminta ampun (istigfar) kepada Allah Swt dalam setiap hari sebnyak 100 kali. Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya,

    مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

    “Siapa yang mengucapkan Subhanallah wa bihamdih dalam sehari seratus kali maka kesalahan-kesalahannya dihapuskan meskipun seperti buih lautan”.[3]

    Perlu diketahui, termasuk kategori zikir dalam rangka mengagungkan Allah Swt ialah zikir dengan berselawat (membaca sholawat) yang dihaturkan kepada junjungan Nabi besar kita Baginda Muhammad Saw. karena sholawat kepada Rasul adalah urusan dan perbuatan Allah, begitu juga para malaikat-Nya, dan ironisnya lagi, Allah juga memerintah hamba-hambanya yang mukmin untuk berselawat Nabi-Nya yakni Nabi kita Muhammad Saw. jadi selawat tidaklah lain sebagai senjata seorang mukmin untuk bermunajat dan takarub kepada Allah sebagaimana zikir sebagai doa. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman,

    إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمَا

    Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.[4] Wahai orang-orang yang beriman  berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.[5] (Al Ahzab: 56)

    Alangkah beruntungnya bila kita semua bisa melaksanakan perintah Allah, yakin perintah yang tertuang dalam firman-Nya untuk mengagungkan dan memuliakan Nabi-Nya yang agung dan mulia, sayidina Muhammad Saw., karena pengagungan dan pemulaiaan kepada Nabi Saw. adalah bentuk inadah kepada Allah Swt, dan media takarub kepada-Nya Jalla Jalaluhu, tidak sebagaimana yang disangka orang-orang Wahabi[6] (salafi) bahwa takdim dan takrim kepada Nabi Muhammad adalah perbuatan syirik besar (kufur). Kami berlindung pada Allah Swt dari penyebaran akidah mereka yang sesat menyesatkan dalam hati-hati kita, keluarga, dan anak-anak kita dengan kedudukan sayidil Mursalin sayidina Muhammad Saw. Wallahu’alam.

     

    Ket: Disari dari kata pengantar guru penulis Syaikh Abdur Rauf Maimoen, putera Syikhina Maimoen Zubar rahimahullah dari kitab Nubzdatul Anwar.

    Oleh: Ahmadul Hadi

     

    _________________________

    [1] Zikir menurut KBBI adalah pujian-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Atau arti lain yaitu doa atau pujian-pujian berlagu (dilakukan pada perayaan Maulid Nabi).

    [2] Tafsir Ringkas Kemenag RI

    Wahai Musa, ketahuilah sesungguhnya Aku ini adalah Allah, Tuhanmu, dan sungguh tidak ada tuhan pencipta alam raya yang layak disembah selain Aku, maka berimanlah kepada-Ku, sembahlah Aku, dan laksanakanlah salat untuk mengingat-Ku dan bersyukur kepada-Ku.” Inilah prinsip pertama akidah, yaitu keesaan Tuhan.

    [3]  Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam At-Tirmidzi, dan imam Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah r.a. Imam Al-Alqami sebagaimana dikutip oleh imam An-Nawawi dalam kitab Tanqihul Qaul menjelaskan bahwa maksud subhanallah adalah menyucikan Allah dari semua sifat yang tidak patut/layak bersanding dengan-Nya.

    [4] Selawat dari Allah berarti memberi rahmat; dari malaikat memohonkan ampun dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa agar diberi rahmat seperti dengan perkataan, Allãhumma salli ‘alã Muhammad. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [5] Dengan mengucapkan perkataan seperti Assalamu’alaikum ayyuhan Nabi, artinya semoga keselamatan kepadamu, wahai Nabi. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [6] Aliran (sesat) reformasi konservatif Islam yang berkembang dari dakwahmseorang teolog muslim Arab Saudi pada abad ke- 18 yang bernama Muhammad bin ‘Abdul Wahab. (KBBI V)

     

  • Mengenal apa itu bidah

    Mengenal apa itu bidah

    Sebagai santri Syaikh Rifa’i yang benar-benar mengaku sebagai murid beliau, memang sepantasnya dituntut untuk bisa komprehensif (luas wawasan), lebih-lebih mengenai karya-karya beliau yang berupa intisari dari kitab-kitab salaf, sebab doktrin-doktrin yang terkandung di dalam karya beliau akan lebih membentuk karakter seorang santri yang lebih dominan dan permanen dibanding pengaruh doktrin di bidang pergerakan. Ini hanyalah perbandingan, meskipun dari keduanya sama-sama unsur dasar yang penting.

    Syaikh Rifa’i dalam karangan-karang beliau, ia tidak jarang menyebut istilah bidah, dan redaksinya biasanya diberi imbuhan seperti ini, bidah dlolalah atau bidah sasar. Dari istilah-istilah tersebut penulis mau membuka cakrawala keilmuan, khususnya mengenai istilah bidah, karena setiap yang dikatakan dengan kata bidah, maka yang dikehendaki ialah bidah dlolalah ata bidah yang sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,

    وَشَرُّ الأمُوْرِمُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُّلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

    Dan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru yang diada-adakan, dan setiap perkara baru yang diada-adakan adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. (HR. Nasa’i)

    Bidah secara umum berarti perbuatan yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Muhammad saw. Melihat arti tersebut, bidah terbagi menjadi lima macam, meliputi, Bidah yang wajib, sunah, haram, makruh, dan bidah yang diperbolehkan (mubah).

    Cara untuk mengetahui status dari berbagai macam bidah tersebut, yaitu dengan cara mengkorelasikan (pertimbangkan) perbuatan bidah dengan kaidah-kaidah syariat (qhowaidus Syariat).[1] Jika tindakan suatu bidah itu termasuk dalam kaidah yang mewajibkan, maka bidah tersebut hukumnya wajib, jika termasuk dalam kaidah yang mengharamkan, maka hukumnya haram, dan seterusnya.

    Diantara bidah yang wajib hukumnya sbg.

    • Mempelajari ilmu nahwu sebagai media untuk memahami kalam Allah (Alquran) dan sabda Rasulullah (hadis). Hukumnya wajib, sebab menjaga syariat hukumnya juga wajib, karena syariat tidak akan terjaga kecuali dengan cara memahaminya. Sesuai kaidah maa laa layatimmul wajib illaa bihi fahuwa wajib; yakni “Sesuatu yang wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesautu itu wajib hukumnya”.
    • Menjaga (mengetahui) bahasa garib (asing) dalam teks Alquran dan hadis
    • Pembukuan ilmu usul fiqih[2]
    • membahas jarh (mengkritik) dan ta’dil (memuji) seorang rawi (periwayat hadis) agar dapat membedakan mana hadis yang sahih dan tidaknya.

    Qhowa’idsu syariat telah menetapkan bahwa hukum menjaga syariat itu fardu kifayah tidak sampai fardu ain, karena bila sebagian orang/kelompok melakukan, maka sudah cukup untuk mengugurkan kewajiban yang lain.

    Diantara bidah yang haram hukumnya sbg.

    • Mazhab Kadariah[3]
    • Mazhab Jabariah[4]
    • Mazhab Murjiah[5]
    • Mazhab Mujassimah[6]

    Melawan dan membantah mazhab-mazhab tersebut hukumnya wajib.

    Diantara bidah yang sunah hukumnya sbg.

    • Mendirikan ribat pondok tasawus/pesantren, madrasah, dan membangun bendungan irigasi dsb.
    • Setiap tindakan baik yang tidak pernah dilakukan pada era/masa awal (zama Rasulullah Saw.)
    • Salat tarawih
    • Mengkaji tasawuf secara mendetail dan mendalam, dan mengenai ilmu jadal (membantah argumen orang sesat)
    • Perkumpulan majlis guna memperoleh dalil dalam masalah-masalah yang dibahas dengan niat karena Allah Swt. semata (bahtsu masail)

    Diantara bidah yang makruh hukumnya sbg.

    • Penghiasan masjid
    • Memperindah mushaf dengan menambal warna dengan emas dsb.[7]

    Sedangkang pemberian syakal pada Alquran yang sekira bisa mengubah lafal-lafalnya dari status tulisan arab, menurut pendapat yang paling sahih itu termasuk kategori bidah yang diharamkan.

    Diantara bidah yang mubah/boleh hukumnya sbg.

    • Berjabat tangan (mushofahah) usai salat subuh dan ashar
    • Memperlonggar kenikmatan (mewah) dalam urusan makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Akan tetapi masih ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut, ada sebagian ulma yang mengatakan bahwa itu termasuk bidah yang diharamakan, ada juga pula yang mengatakan itu termasuk sunah-sunah yang pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan abad setelahanya, karena hal itu tidak jauh beda dengan praktik membaca ta’awudz dan basmalah di waktu salat.[8]

    Wallahu’alam.

    Oleh: Ahmadul Hadi

     

     

    __________________________________________________________

    [1] Hifdhuddin (menjaga agama), hifdhunnafsi (menjaga nyawa), hifdhulmal (menjaga harta), hifdhunasbi (menjaga keturunan/nasab), dan hifdhu’ardli (menjaga kehormatan). Inilah kaidah syarak yang menjadi patokan agama.

    [2] Sebagaimana yang dilakukan Imam Syafi berupa bentuk kitab yang berjudul Ar-Risalah.

    [3] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa manusia mempunyai kekuasaan mutlak atas segala usaha dan perbuatannya, bukan bergantung pada kodrat dan iradat Allah Swt.. (KBBI V)

    [4] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa yang wujud di alam semesta, termasuk manusia, terikat pada kodrat dan iradat Allah Swt.. semata

    [5] Aliran dalam ilmu kalam yang menangguhkan dan memberi terhadap umat yang melakukan dosa besar sampai hari kiamat. (As Syahrastani, Al-milal wa An-nihal, Dar- Al-Fikir, hlm. 112)

    [6] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa Allah memiliki jasad atau mempunyai sifat benda

    [7] أن يوضع الزاؤوق مع الذهب فيطلى به الشييء (تزويق المصاحف)

    [8] Syaikul Islam ‘Izzuddin bin Abdi As-Salam, Qhowa’id Al-Qubro, jus; 2, hlm. 337.

     

  • Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah serta Dalilnya

    Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah serta Dalilnya

    Pengertian Takwa Pemudatanbihun.Com Kecenderunagan anak muda biasanya berbeda dengan kencenderungan yang dimiliki orang yang tua, begitu juga anak kecil yang usia belum sampai remaja. Itu bisa terjadi sebab bakat bawaan sejak lahir, tingkat pendidikan dan pengalaman hidup yang berbeda. Bukan hanya antara anak muda dan orang tua, antar pemuda pun ada, bahkan tidak jarang ditemukan dari mereka yang memiliki arah pemikiran dan kesenangan yang berbeda.

    Misal anak muda yang pernah atau masa sekolah; mahasiswa dibandingkan dengan anak pesantren, atau anak pekerja disbanding dengan anak yang belum punya pekerjaan (pengangguran), mereka masing-masing memiliki pola hidup yang berbeda, dan pastinya, mereka memiliki pola pemikiran yang berbeda juga, akan tetapi mereka punya satu tujuan yang sama yakni bahagia dunia maupun akhiratnya. (analisis penulis)

    Syarat Takwa

    Latar belakang yang berbeda tidak boleh dijadikan alasan untuk menghalangi penghambaan seorang muslim terhadap Tuhannya, karena selagi ia mempunyai akal dan dikatakan balig, maka ia wajib menjalankan perintah-printah (kewajiban) Allah dan menjahui larangan-larangan-Nya. Dengan kata lain bertakwa.

    Bertakwa tidak diabatasi usia, dan tidak memandang laki-laki maupun wanita, bertakwa tidak terkhusus untuk orang tua dan manula, bahkan anak muda yang lebih pendek berpikir dan terburu-buru dalam bertindak ia harus mengetahui dan mau menjalankan apa itu takwa. Wallahua’lam.

    Pengertian Takwa

    Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah

    Takwa secara bahasa (kamus) berarti mengambil (ittikhad), menjaga (wiqoyah), dan mencegah (hajiz), dalam artian taqwa mampu mencegah dan menjaga diri dari apa yang ditakuti dan juga dari hal yang perlu diwaspadai. Sedangkan taqwa kepada Allah Swt. adalah cara seorang hamba menjadikan perkara yang ia takuti (siksa Allah) sebagai penjagaan yang bisa menjaga dirinya dari siksa tersebut. Dengan demikian terjadilah perealisasian yang namanya “Melakukan segala perintah Allah dan menjahui segala larangan Allah Swt”.

    Takwa Jalan keberuntungan

    Dianta pesan Nabi Muhammad saw. kepada umatnya yang sangat beliau tekankan ialah takwa, sebab takwa adalah penarik setiap kebaikan dan menjaga dari setiap keburukan. Dengan menjalankan takwa seorang mukmin berhak mendapat kesuksesan dan keberuntungan dari Allah Swt, diantara keberuntungan yang diberikan Allah yaitu:

    1. Kekuatan dan pertolongan dari Allah

    إنّ الله مَعَ الّذِينَ اتقَوا وَالّذِينَ هُمْ مُحْسِنونَ

    “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An Nahl: 128)

    2. Rizki yang baik dan keluar dari kesusahan

    وَمَنْ يتَّق الله يجْعل لَه مَخرجًا * ويرْزقُه منْ حَيْث لا يحتَسِبْ

    “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath Thalaq: 2-3)

    3. Penjagaan dari tipu daya musuh

    وإنْ تصْبِروا وَتتّقوا لاَ يَضرُّكمْ كَيدُهمْ شَيئًا

    “Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (Ali Imran: 120)

    4. Rahmat dari Allah

    ورَحمَتي وَسِعَتْ كلَّ شيئٍ فسَأكْتبُها لِلّذِينَ يتَّقُونَ

    “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa” (Al A’raaf: 156) Dan masih banyak lagi dalam Alquran disebutkan keberuntungan- keberuntungan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam bertakwa.

    Pengertian Takwa dan dalilnya- Hakikat Takwa

    Takwa adalah kata yang ideal, yakni mencakup semua takrif yang sesuai (takwa) dan mengeluarkan takrif yang tidak sesuai (takwa). Karena kata takwa itu meliputi apa yang datang dari agama Islam, mencakup akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak, hal itu sebagaimana firman Allah Swt,

    لَيسَ البرَّ أنْ تُولُّوا وجُوهَكمْ قِبل المشْرقِ والمغْرِبِ ولكِنّ البرَّ مَن آمَن باللهِ واليومِ الآخرِ والملائِكةِ والكِتابِ والنَّبيينَ وآتَى المالَ عَلى حُبّهِ ذَوِي القُربَى واليَتامَى والمَسَاكينَ وابنَ السَّبيلِ والسَّائلينَ وفيْ الرِّقابِ وأقامَ الصّلاةَ وآتى الزّكاةَ والموْفُونَ بِعَهْدِهمْ إذا عَاهدُوا والصَّابِرينَ في البأسَاءِ والضّرَاءِ وحِينَ البأْسِ أوْلئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وأوْلئكَ هُمُ المتَّقُونَ
    .

    “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (orang yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menempati janji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 177)

    Pengertian takwa diatas bukanlah sekedar kata untuk diucapkan apalagi menjadi dakwa sebagai pengakuan diri tanpa bukti (amal). Akan tetapi takwa tersebut adalah bentuk realisasi (amal perbuatan) taat kepada Allah secara sungguh-sungguh dan berani meninggalkan maksiat terhadap Allah Swt.

    Sehingga ulama salaf saleh (orang-orang terpilih terdahulu) mengatakan bahwa takwa ialah Berlaku taat tidak durhaka, ingat tidak lupa dan bersyukur tidak kufur kepada Allah, dan juga mereka mampu melakukan takwa tersebut dalam keadaan sepi maupun ditempat terbuka. Karena hal tersebut merupakan pemenuhan perintah Allah dan menjawab seruan-Nya yang termaktub dalam firman-Nya,

    يَاأيّهَا الّذينَ آمَنوا اتَّقوا اللهَ حقَّ تُقاتِه وَلا تَموتنَّ إلاّ وأنتمْ مُسلِمونَ

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali Imran: 102) (Mustafa al- Bugha, Muhyiddin Mustawi, Al- Wafi fi Syarhi Al- Arba’in An- Nawawi, Dar Ibnu Katsir, Bairut, 2009, hlm. 125)

    Akan tetapi keharusan bertakwa dengan sebenar-benar takwa dalam ayat diatas telah disalin (naskh) dengan keberadaan ayat lain, yaitu,

    فَاتّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعتمْ

    “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (At Taghaabun: 16) Hal ini berdasarkan pengaduan sahabat kepada Nabi Muhammad saw. mengenai perintah bertakwa dengan sebenar-benar takwa, mereka mengatakan: “Wahai Rasulallah, siapa yang akan kuat dengan takwa ini (perintah kesungguhan bertakwa),_ berdasarkan pengaduan sahabat atas beratnya perintah itu_ kemudian terjadilah penyalinan (peringanan) hukum keharusan bertakwa dangan sebenar-benar takwa menjadi bertakwa menurut kesanggupan mereka. (Jalal as- Suyuti, Tafsir Jalalin, Dar Al- Gadi Al- Jadid, hlm. 63)

    Pengertian Takwa – Kesempurnaan Takwa

    Salah satu dari kesempurnaan takwa ialah menjauh dari perkara (benda, ucapan maupun tindakan) yang masih berstatus syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) dan dari hal-hal (halal) yang tercampur dengan perkara haram. Dan ini sesuai hadis kauli yang disabdakan Nabi Muhammad saw. yang berbunyi,

    فمَنِ اتّقَى الشُّبُهاتِ فَقَدِ اسْتَبرأَ لِدِينهِ وَعِرْضِهِ

    “Maka siapa yang menjaga (takut) dari perkara syubhat maka dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Masih dalam konteks pada hadis Nabi saw. di atas, termasuk kategori kesempurnaan takwa ialah Upaya seseorang membersihkan dirinya dari memperbanyak melakukan hal yang mubah yang nantinya dikhawatirkan dapat menjatuhkan dirinya ke dalam hal-hal yang berstatus haram. Sesuai sabda Nabi saw.,

    لا يَبلغُ العبْدُ أنْ يَكونَ منَ المتّقِينَ حتَّى يدعُ مَا لاَ بأسَ بهِ حذرًا ممّا بهِ بَأْس

    “Tidak kan sampai seorang hamba sampai derajat orang-orang bertakwa, sehingga ia mampu meninggalkan hal syubhat karena takut dari melakukan hal dosa.” (H.R. Tirmizi dan Ibnu Majjah).

    Begitu juga Imam Hasal Al Basri r.a mengatakan bahwa, “Takwa akan seantiasa disandang orang-orang yag bertakwa (muttaqin) selama mereka mampu meninggalkan hal halal (mubah) demi khawatiran jatuh dalam keharaman”.

    Pengertian Takwa – Syarat Tercapai Takwa

    Seorang muslim tidak akan bisa mengartikan dan mendapat faedah takwa kecuali dengan pengetahuan (ilmu) agama yang utuh. Fungsi ilmu bagi muslim ialah Agar ia tahu bagaimana cara bertakwa kepada Allah Swt sebagai Tuhannya. Sesui firman Allah Swt,

    إنّما يَخْشَى اللهَ مِن عِبادِهِ العُلمَاءُ

    “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (Faatir: 28)

    Dan sebagai alat menuju surge, serta menjadi tanda kemauan berbuat baik bagi seseorang. Fungsi ilmu tersebut tersurat berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. di bawah ini,

    فَضلُ العالمِ عَلى العابدِ كفَضْلي عَلى أدْناكمْ

    “Keutamaan orang alim (beramal) atas ahli ibadah itu seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian.” (H.R. Tirmizi)

    مَن سَلكَ طَريقًا يَلْتَمسْ فِيهِ عِلْمًا سَهّلَ اللهُ لَهُ طَريقًا إلَى الجَنّةِ

    “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya”. (H.R. Muslim)

    مَنْ يُردِ اللهُ بهِ خَيرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

    “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu Agama”. (H.R. Bukhari dan Muslim) (Mustafa al- Bugha, Muhyiddin Mustawi, Ibid, hlm. 125) Wallahua’lam.

  • Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i

    Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i

    Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i Pemudatanbihun.Com Kebiasaan melek ndalu bisa dibilang menjadi keharusan bagi anak-anak muda yang paginya tidak mempunyai kerjaan, sebab pagi adalah waktu alternatif untuk tidur akibat begadang semalam. Tapi jangan salah sangka, karena melek ndalu mereka tidaklah dibuat foya-foya apalagi ngomongin tetangga. Itulah kebiasaan yang dibilang setengah faedah bagi anak muda umumnya dan komunitas “Pemuda Tanbihun” khususnya, komunitas kaum muda di Dukuh Bomo Kampung Rifa’iyah Demak Jateng.

    Mengenai malam hari, pastinya kita bisa berangan-angan dan berpikir lebih panjang, apalagi pada malam Ramadan, malam  dimana kitab suci Alquran diturunkan. Dan lagi, di dalam Alquran tersebut ada ayat yang sering diutarakan ustadz-ustadz dalam ceramahnya, tepatnya mengenai kewajibkan bagi muslim berpuasa di bulan itu, yang termaktub pada ayat 183 surat Al Baqarah,

    يَاآيّهَا الّذينَ آمنوا كُتِبَ عَليكُم الصِّيامُ كمَا كُتِبَ عَلَى الّذِينَ مِنْ قَبلِكُمْ  لَعلّكُمْ تَتقُونَ

    “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Al Baqarah: 183)

    Jika kita sedikit mau berangan-angan tentang makna ayat diatas, pasti akan timbul dari otak kita rasa penasaran, khususnya pada kalimat “orang-orang sebelum kamu”, sehingga dari kalimat tersebut kita teringat dan mampu berpikir ulang  tentang sejarah orang sebelum kita. Lebih tepatnya kita sebagai orang Rifaiyah, pasti penasaran tentang sepak terjang guru kita Syaikh Ahmad Rifa’i abad 19 kala itu.

    Dengan demikian, untuk mengobati rasa penasaran kita, cobalah kiat sedikit menelisik sejarang singkat Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i dan metode dakwah guru kita  Syaikh Ahmad Rifa’i rahimahullah yang hingga sekarang masih kita ugemi.

    Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i

    Sejarah Singkat Kiai Ahmad Rifa’i

    Salah satu ulama Indonesia abad ke 19 yang konsisten meneruskan warisan Rasulallah ialah Syaikh Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum bin Abu Sujak kelahiran Tempuran, Kendal yang menetap di Kalisalak Batang. Ia mengembangkan dakwah  lisan, bil hal, dan dengan karya tulis. Di dalam dakwahnya  Ahmad Rifa’i mengajak seluruh umat Islam untuk kembali kepada Alquran dan Sunah Rasul.[1]

    Syaikh Ahmad Rifa’i adalah penyusun puluhan kitab berbahasa Jawa yang berisikan ajaran-ajaran keislaman untuk konteks sosial, politik, dan ekonomi waktu itu, dan pendiri gerakan keagamaan Rifa’iyah yang kini tersebar di beberapa kota di Jawa Tengah dengan anggota sekitar tujuh jutaan. Syaikh Ahmad Rifa’i bisa disebut mendahului Muhammadiyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan maupun Nahdlatul Ulama (NU) yang dirintis K.H. Hasyim Asy’ari dalam penyebaran dan peneguhan ajaran Islam tradisional Ahlussunnah wal Jamaah.[2]

    Syaikh Ahmad Rifa’i seorang ulama intelektual lulusan Makah dan Mesir yang mempunyai reputasi tinggi, seorang cendikiawan besar abad ke 19, pembaru dan pemurni yang berjiwa patriotik, seorang ulama ahli fiqih, penyair, pemikir, pengarang paling produktif, mubalig handal, juru dakwah ulung, ahli sufi berorientasi fiqih, pendidik murid dan pengikutnya.

    Pemikirannya tidak hanya terbatas ditujukan kepada rakyat yang masih terbelenggu oleh tahayul, khufarat, dan kehidupan mistis, melainkan juga kepada cara hidup feudal, kolonialisme dan ulama tradisional. Acuannya pada doktrin tauhid yang murni, fiqih dan tasawuf rasional telah menimbulkan pada dirinya sikap yang sangat lugas dan kritis terhadap kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Tulisan-tulisannya, selain berisi subtansi, yaitu ilmu kalam, fiqih, dan tasawuf, juga merupakan pandangan-pandangan yang polemis.[3]

    Sebagai pembaru dan pemurni Islam, Syaikh Ahmad Rifa’i merasa tidak puas terhadap kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Ia menanamkan kesadaran umat bahwa praktek kehidupan agamanya sudah jauh menyimpang dari tatanan syariah. Ia menawarkan pembaharuan dan pemurnian Islam kembali pada Alquran dan Sunah Rasul, patuh kepada orang-orang yang punya predikat Alim dan Adil. Serta menjahui perbuatan maksiat yang dipimpin oleh orang-orang fasik dan zalim.

    Ditanamkan pula pada jiwa masyarakat rasa anti pati terhadap pemerintah kafir dan orang-orang yang berkolaborasi dengan kolonial Belanda. Jika pemikiran tersebut terlaksana, di negara ini kelak akan menjadi suatu negara yang kerto raharjo, tidak ada berandal, maling, perampok selama-lamanya, karena mengikuti pentunjuk Rasulallah.[4]

    Akan tetapi pembaharuan dan pemurnian Islam yang ditawarkan itu ternyata mendapat reaksi keras dari para pejabat pemerintah kolonial, penghulu dan ulama tradisional. Reaksi itu tidak hanya berbentuk ucapan, melainkan juga tindakan penangkapan. Ia hadapi dengan sabar, tabah penuh tawakal.[5] Lebih memilih hidup terhormat (medeka) atau mati syahid, seperti ia sebutkan dalam karanganya Syarihul Iman sebagai berikut,

    وأمَارَاةُ الواصِلِ إلىَ حَقِيقَةِ الإيمَانِ أنْ يَختَارَ مَا فِيهِ سَلامةُ الدِّينِ وَلَوْ تَلَف مالِه أو وَلدِه أو نفْسِه أوجَاهِه.

    “Dan tanda orang yang sampai pada hakikat iman ialah hendaknya dalam segala hal memilih selamatnya agama, meskipun mengandung resiko hilang hartanya, kedudukannya, anaknya atau terancam dirinya”.

    Sebagai pewaris Nabi, tentunya tidak terlepas dari cobaan-cobaan seperti yang dialami oleh Nabi Muhammad ketika menyampaikan risalah Agama di tengah masyarakat Jahiliyah Makah. Yang berbeda hanya kadar besar kecilnya cobaan yang diterima sesuai dengan ukuran keimanan yang ada pada diri masing-masing.[6]

    Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i – Kondisi Masyarakat Kala Itu         

    Baginda Rasululllah dalam menyebarkan ajaran Islam di Jazirah Arabia melalui dakwah lisan, perbuatan, dan tulisan.[7] Kaifiah atau metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam berdakwah memakai cara yang cukup bijaksana (bil hikmah), supaya masyarakat disana dapat menerima Islam dengan penuh keyakinan, memahami, menghayati, dan mengamalkannya secara utuh dan sempurna, sehinga mereka menjadi manusia yang beruntung dunia dan akhirat. Metode ini dikembangkan oleh Rasululah berdasarkan Alquran dan Sunah miliknya.

    Bila kita telaah kembali sejarah pada permulaan abad ke 19, di Indonesia telah terjadi Perang Paderi yang terjadi pada tahun 1821 sampai tahun 1830. Belanda dengan menghalalkan semua cara telah berhasil keluar sebgai pemenang. Sejak itu makin bertambah kokohlah kuku kolonialisme menghujam ke dalam bumi Nusantara ini. Dimana-mana kaum pribumi mengalami rasa rendah diri yang dramatis, dan makin percaya, bahwa bangsa Belanda merupakan bangsa yang superior. Di segala segi kehidupan bangsa Indonesia telah diperkosa. Apalagi mulai diterapkannya system tanam paksa. Kepala desa dan Bupati sudah tidak menjadi pelindung dan pengayom rakyat, tetapi sudah menjadi aparatur tuan tanah.

    Pada saat itu makin banyak kaum pribumi mencari keselamatan hidup dengan menjilat penguasa kafir. Pokok-pokok aqidah dan syariah amaliah, sejak semula rapuh karena Islam masuk ke Indonesia melalui sentuhan-sentuhan kultural (budaya) dan tasawuf mistis. Dan sejak berabad-abad pokok itu tidak ditegakan secara maksimal, makin kelihatan bertambah rapuh pula.

    Maka tidak heran bila saat itu paham sinkretisme dan pecampuradukan antara syariah dan adat istiadat terjadi hampir di setiap saat dan tempat. Sementara kaum abangan dan kebiasaan sebelum Islam memperoleh momen perkembangan dan kemajuan yang amat subur dan pesat. [8]

    Dalam Syarikhul Iman, Syaikh Ahmad Rifa’i menjelaskan kehidupan masyarakat waktu itu sebagai kehidupan yang penuh lumpur kamaksiatan dan kemungkaran. Perjudian, pemabukan, perkosaan, pelacuran, perampokan, pembunuhan dan sabung ayam sudah menjadi kebiasaan. Pada mulanya wayang dan gamelang diciptakan oleh walisongo sebagai media dakwah Islam, tetapi perkembangan selanjutnya menjadi ajang kemaksiatan. Isi ceritanya banyak yang mengandung paham animism, dinamisme, dan budaya yang merusak.

    Dalam acara kenduri, dan hajatan, norma-norma agama dan sopan santun sudah tidak diindahkan lagi. Sementara laki-laki dan perempuan bukan muhrim dengan aurat terbuka kumpul dalam satu majlis tanpa tabir pemisah. Tempat-tempat makanan-minuman terbuat dari emas dan perak. Horden sutera murni menghiasi tangan para tamu yang hadir. Semua itu menyerupai gaya hidup kaum orientalis dan kapitalis yang dilarang oleh agama, karena gaya hidup seperti itu amat menyinggung perasaan kaum fakir miskin.[9]

    Fenomena seperti di atas telah membangkitkan kesadaran Ahmad Rifa’i untuk segera mengadakn pembaharuan dan pemurnian di segala aspek kehidupan beragama dengan kembali kepada pangkalan semula yaitu Islam dengan kitab pentunjuk Alquran dan Sunah Rasul. Dalam pembaharuan dan pemurnian itu, ia menitik beratkan kepada maslah teologi (aqidah Islamiah), ibadah dan muamalah (fiqih) serta pelaksanaan syariat dengan hakikat (tasawuf) diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[10]

    Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i – Metode Dakwah Syaikh Ahmad Rifa’i

    Untuk memperoleh hasil maksimal dalam menawarkan ide pembaharuan dan pemurnian, Syaikh Ahmad Rifa’i menerapkan enam metode dakwah sebagai berikut:

    1. Menerjemahkan Alquran, hadis dan kitab-kitab bahasa Arab karangan ulama dahulu ke dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab pegon berbentuk nazam atu syair empat baris dan dengan gaya tulisan merah hitam. Gaya ini disesuaikan dengan budaya tulis menulis bangsa Indonesia sejak zaman Sultan Agung Kerajaan Mataram pada Abad XVI.
    2. Mengadakan kunjungan silaturahmi atau anjangsana dari rumah ke rumah famili dan masyarakat lingkungan untuk menjalin kerja yang harmonis, dan menyusun kekuatan untuk membentuk gerakan yang bersifat sosial keagamaan.
    3. Menyelenggarakan pengajian umum dan dakwah keliling ke daerah yang penduduknya miskin materi dan agama guna membendung arus budaya asing (westernisasi), dan sekaligus mencari dukungan masyarakat yang merasa tertindas.
    4. Menyelengarakan diskusi dan dialog terbuka di masjid, surau, pondok pesantren dan tempat-tempat lainnya untuk mempercepat proses pembaharuan dan pemurniannya.
    5. Mengadakan gerakan protes sosial keagamaan terhadap ulama resmi, penghulu dan semua pihak Belanda. Cara ini digunakan olehnya untuk mencari simapti dan dukungan dari masyarakat yang tertindas.
    6. Dan untuk mempererat hubungan antar guru dan murid diterapkan pula metode pendekatan melalui tali pernikahan antar anak guru dengan murid terpilih, antar murid dengan murid, antar anak murid kemudian antar kampung.[11]

    Dengan enam Cara Dakwah Kiai Ahmad Rifa’i ini, diharapkan dakwah pembaharuan dan pemurniannya akan memperoleh hasil yag maksimal. Dari enam metode dakwah ini juga bisa diketahui, bahwa sasaran pemikirannya tidak hanya tertuju kepada masyarakat yang masih terbelenggu oleh tahayul, khurafat, dan kehidupan mistis, melainkan juga kepada cara hidup feudal dan kolonialisme.

    Di dalam keterangan lain, Syaikh Ahmad Rifa’i juga menggunakan metode yang menarik. Barang kali metode yang diterapkan dalam dakwahnya ini belum pernah dilakukan oleh para ulama Jawa sebelumnya. Metode dakwah ini dimaksudkan untuk membentengi diri dan gerakannya dari reaksi pihak Belanda, jika dikemudian hari gerakan dakwahnya itu diketahui oleh pihak reaksioner. Cara yang dimaksud ialah sebagai berikut:

    1. Menghimpun anak-anak muda untuk dipersiapkan menjadi kader-kader dakwah yang tangguh, guna menyusun kekuatan dan penyebar dakwah islam. K.H. Abdul Qahhar dan Kiai Maufuro merupakan bukti pengkaderan.
    2. Menghimpun kaum dewasa lelaki dan perempuan dari kaum petani, pedagang, pegawai pemerintahan dan kaum buruh, dimaksudkan untuk memperkokoh langkah dakwahnya. Mereka diharapkan sebagai penyokong ulama dalam segi finansial juga sekaligus sebagai pelaksana dakwah yang diinginkanya.
    3. Menghimpun kader-kader dakwah yang datang dari berbagai daerah kemudian dijdikan juru dakwah (mubalig) untuk diterjunkan kembali ke desa atau ke daerah masing-masing guna memberi penjelasan tentang Islam kepada masyarakat mereka.
    4. Menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai lagu, syair-syair yang diambil dari ktab-kitab Tarajumah karangannya, sehingga terbangan itu disebut “Jawan”. Terbangan ini dimaksudkan untuk mengingat pelajaran, hiburan ketika hajatan dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang merusak karena Belanda dengan segaja ingin mengganti budaya Jawa yang diwariskan oleh nenek moyang yang mukmin-muslim itu dengan budaya modern model barat yang merusak.
    5. Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan “khuruj” berkunjung ke tempat pemukiman penduduk yang terletak di pedalaman, juga ke kota-kota kecamatan untuk memperbaharui arah kiblat, salat Jumat, salat jamaah dan mengulang kembali pernikahan yang dilakukan oleh penghulu yang diangkat oleh pihak Belanda.[12]

    Dengan menggunakan metode-metode tersebut, gerakan Ahmad Rifa’i diharapkan sanggup bertahan dan berkembangan ke berbagai daerah. Menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, bahwa satu-satu gerakan yang mampu bertahan hingga sekarang, hanyalah gerakan Ahmad Rifa’i di Kalisalak Batang.[13]

    Pada umumnya gerakan seperti itu tidak mampu bertahan lama, meskipun tokoh pendirinya masih hidup di tengah-tengah mereka. Kemudian pada tahun 1859 Syaikh Ahmad Rifa’i diasingkan ke Ambon Maluku dan kemudian diasingkan lagi ke kampung Jawa, setelah itu pihak Belanda berusaha memusnahkan caranya dengan cara merampas kitab-kitab yang diajarkan dan membuat gambaran tidak baik terhadap gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dengan pengikutnya, tetapi semua usaha pihak Belanda itu tidak berhasil melemahkan gerakan tersebut. Malah bertambah kokoh dan tersebar ke berbagai daerah di Jawa.[14]  Wallahu’alam.

    [1] Ahmad Syadzirin Amin, “Mengenal Ajaran Syaikh Ahmad Rifa’i, Mazhab  Syafi’I dan I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah”, Jamaah Masjid Baiturrahman, Jakarta, 1987, hal.

    [2] Pengantar Redaksi Buku “Perlawanan Kiai Desa” oleh Dr. Abdul Djamil. hlm. v.

    [3] Prof. M. Dawam Raharja, “Purifikasi dan Dinamisasi Ajaran Islam”, Pelita, Jakarta, 20 November 1990, hal 4.

    [4] Ahmad Rifa’i, “Syarikul Iman”, manuskrip. 1255 H.

    [5] Ahmad Syadzirin Amin, “Gerakan K.H. Ahmad Rifa’i Dalam Menentang Kolonial Belanda”, Jakarta, Rajab 1416, hal 26.

    [6]  Ahmad Rifa’i, Ibid, hal 16.

    [7] Surat- surat Nabi yang ditujukan kepada:

    1. Raja Najasyi (Sirah Ibnu Katsir, juz: 2, hlm. 42 – 43)
    2. Raja Kisra (Tarikhul Islam, As- Suyuti, Juz: 1, hlm. 125)
    3. Raja Heraclius Romawi Tmur (Hayatu Sayidil Arab, 11/84)
    4. Raja Muqauqis, Gubernur Romawi Timur di Mesir (Tarikh Islam, Suyuti, Juz: 1, hlm. 123) dan surat-surat lainnya.

    [8] Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, jilid 2, Balai Pustaka Depdikbud, Jakarta, 1975, hal 173. Lihat juga, K.H. Khairuddin Hasbullah, “Tauhid Dalam Pandangan K.H. Ahmad Rifa’i” Yogyakarta, 1990, hlm. 2.

    [9]  Syaikh Ahmad Rifa’i, “Tabyibal Islah”, hlm. 66-68.

    [10] Ahmad Syadzirin Amin, Ibid, hlm. 26.

    [11] Disarikan dari kitab “Riayahul Himmah”, bab Iman, jld. 1, hlm. 48, bab guru, halm. 232, jld. II, bab mar makruf, hlm. 1-10, dan kitab “syarikhul Iman”, hlm. 49, 72, 129, 130, 156, 176, 177.

    [12] Ahmad Syadzirin Amin, “Pemikiran Kiai Haji Ahmad Rifa’i Tentang Rukun Islam Satu”, Jamaah Masjid Baiturrahman, Jakarta, 1995, hlm. 20-21.

    [13] Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, “Sejarah Nasional Indonesia”, jld. IV, Depdikbud, Jakarta, 1975, hlm. 229.

    [14]  Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, Ibid.

    Ahmad Rifa’i Wikipedia

  • Istilah Rukun Islam Satu oleh KH. Ahmad Rifa’i

    Istilah Rukun Islam Satu oleh KH. Ahmad Rifa’i

    Rukun Islam Satu Pemudatanbihun.Com Islam secara etimologis berasal dari akar kata salima-yaslamu sinonimnya naja artinya selamat, bebas penyakit, aib, dan cacat. Dari akar kata yang sama, lahir derifat-derifat seperti salam (kedamaian), salamah (keselamatan), aslama (tunduk), islam (ketundukan). Tapi Islam juga nama dari agama Allah yang dibawa oleh para nabi dan rasul-Nya untuk membimbing manusia menjalani hidup dan kehidupan yang baik, benar dan indah.

    Maka Islam adalah nama sekaligus substansi. Aslama berarti memeluk agama Islam, substansinya adalah ketundukan hati kepada kebenaran dan Yang Maha Benar (Allah al-Haq). Di dalam kata Islam terkandung inti keberagamaan yaitu ketundukan, penyerahan diri kepada Allah SWT, kedamaian dan keselamatan.

    Pilar (rukun) Islam dalam kalangan Rifa’iyah hanya ada satu mengikuti pendapat KH. Ahmad Rifa’i, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Dalam berpendapat KH. Ahmad Rifa’i menggunakan rukun dengan makna istilah ushuliyyin dan fuqaha.

    Adapun ulama lain yang berpendapat bahwa rukun Islam ada lima menggunakan kata rukun dengan makna bahasa, yaitu bagian yang penting dari sesuatu, bukan rukun dengan makna istilah. Dan para ulama bersepakat bahwa orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dihukumi sebagai muslim.

    Inilah yang dimaksud rukun Islam satu versi KH. Ahmad Rifa’i. Sementara dalam kaitannya dengan lima perkara yaitu, syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan melaksanakan haji bagi yang mampu KH. Ahmad Rifa’i menggunakan istilah a’mal al-Islam (amal-amal Islam).

    Rukun Islam Satu

    Rukun Islam adalah iman, yaitu bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai Rasul Allah. Adapun shalat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu merupakan ibadah murni (ibadah mahdhah). Jika Islam diibaratkan sebagai bangunan, maka fondasinya adalah syahadat, sedangkan ibadah murninya adalah tiang. Tapi tiang-tiang ini bukanlah puncak dari bangunan Islam, karena puncaknya adalah akhlak, yang merupakan out-put dari ibadah.

    Salah satu sifat Allah adalah “as-Salam“, yang artinya kedamaian. Maka seorang muslim yang benar-benar menghayati keislamannya, akan merasakan kedamaian di hatinya dan kedamaian dalam hidupnya, karena dia merengguk kedamaian itu langsung dari sumbernya, yaitu Allah SWT. Kedamaian (salam) itu pula yang ia tebarkan di muka bumi, kepada semua orang yang ia kenal maupun yang tidak ia kenal.

    Rukun Islam Satu – Syarat Wajib Menjadi Seorang Muslim atau Islam

    Orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat disebut muslim. Sebutan muslim atau orang Islam bisa jadi hanya bersifat “administatif“, dalam arti tercatat dan kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai muslim atau orang Islam, padahal dia belum mengenal substansi atau hakikat Islam. Dalam surat al-Hujurat ayat 14 yang dikutip KH. Ahmad Rifa’i dalam nadzam Riayatal Himmahnya, diisyaratkan orang yang sudah masuk Islam belum tentu beriman.

    Islam mereka itu mungkin ikut-ikutan, keturunan, atau karena takut pada kekuatan Islam. Ayat 14 surat al-Hujurat turun dalam konteks orang-orang Arab Baduwi yang datang kepada Rasulullah SAW. Dan menyatakan beriman, tapi Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk mengatakan kepada mereka: “Kalian belum beriman, cukuplah kalian mengatakan, ‘kami telah Islam (tunduk), karena iman belum masuk ke dalam hati kalian.” Indikator dari ketiadaan atau kelemahan iman adalah merasa enggan atau berat untuk berjuang (jihad) fi sabilillah, baik dengan harta, tenaga, apalagi dengan jiwa. Padahal kesiapan berjihad inilah indikator keimanan, sebagaimana dinyatakan dalam ayat selanjutnya al-Hujurat: 15.

    (14) قَالَتِ الْاَعْرَابُ اٰمَنَّا ۗ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلٰكِنْ قُوْلُوْٓا اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْاِيْمَانُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗوَاِنْ تُطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَا يَلِتْكُمْ مِّنْ اَعْمَالِكُمْ شَيْـًٔا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

    (15) اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ

    Sebagian besar dari kita barangkali mengalami fase yang demikian ini. Karena kita lahir dari orang tua yang beragama Islam. Melalui proses pendidikan, baik di rumah maupun di sekolah dan di lembaga-lembaga non formal, juga melalui pengalaman hidup, seorang muslim “administratif” berkembang menjadi muslim “substantif“. Proses seperti ini seharusnya dijalani dan dialami oleh setiap muslim untuk mengalami peningkatan dari muslim menjadi mukmin.

  • Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

    Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

    Segala Sesuatu Tergantung Niatnya Pemudatanbihun.Com Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya.

    Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

    Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

    Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

    PERINGATAN apabila ada orang melakukan ibadah
    Sekutu harapanya yang dituju
    Bangsa agama dan dunia Disatukan

    Maka yaitu tidak berpahala sampai akhirat
    Dan walaupun sedikit bercampurnya
    Karena dunia riya’ haram nyatanya
    Pun tidak berpahala di akhirat ketemunya

    Itu qaul mukhtar ulama berbicara
    Orang ahli sufi yang sudah mashur

    Tetapi mukhtar imam ghozali berpendapat
    Itu dilihat apabila banyak niatnya yang bagus
    Maka ada pahalanya yang dilakukan
    Apabila banyak karena dunia niat riya’nya
    Atau sama, maka tidak ada pahalanya

    Itulah ucapan yang mu’tamat berbicara
    Disiksa orang yang riya’ haram ketemunya
    Dan terdapat riya’ diampuni ditahukan
    Sebab sudah berusaha tidak menyengaja

    Lantas diampuni orang yang niat kepada tuhan
    Melakukan ibadah sebisanya bersungguh-sungguh
    Dhahirnya ikut kepada nabi muhammad
    Batinya mengharap kepada Allah besarnya rahmat

    Semampunya cita-cita kepada Allah ma’rifat
    Peraturan syariat yang dipegangan
    Lebih haq cita ma’rifat dihatinya
    Yang jadi penyebab menyucikan hati dari dosa.

    ( Abianal khawaij, kurasan 6 kurasan 70)

    Pengertian Niat

  • Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i (dalam sudut pandang)

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i (dalam sudut pandang)

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i Pemudatanbihun.Com Ajaran agama Islam menggiring manusia untuk menuju, melangkah dan meraih kemuliaan dan kebahagiaan dalam menjalani hidup di dunia dan dilanggengkan samapi akhirat. Untuk merealisasikan ajaran dalam bentuk perilaku dibutuhkan pengetahuan, pemahaman, pemaknaan dan penghayatan  nilai-nilai ajaran tersebut. Islam menurut kuntowijoyo adalah agama humanisme-teosentris. Artinya orientasi nilai Islam berpusat pada tauhid dengan melihat manusia sebagai tujuan dari transformasi nilai. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang memusatkan dirinya pada nilai keimanan dengan mengarahkan perjuangganya untuk kemuliaan peradaban manusia.

    Dengan demikian keimanan harus ditransformasikan dalam bentuk ibadah yang notabene bermanfaat untuk manusia, baik untuk pribadi maupun umum. Berkaitan dengan hubungan iman dan amal, kiai Rifa’i menuliskan dalam Riayah kurasan 2 tentang iman yang harus dimunculkan dalam bentuk ibadah, sebagi berikut, wong ngimanaken ing Allah nyoto pangeran, iku amreho teguhe neng kebatinan, nembah bekti ing Allah bener ingenggonan.

    Iman harus ditumbuh-kembangkan menjadi amal shaleh yang kemudiam berbuah kemuliaan dan kebahagiaan untuk diri sendiri maupun orang lain.  Ayat al-Qur’an dalam surah al-Hijr ayat 15 yang dipetik oleh kiai Rifa’i dalam kitab Riayah jilid satu menunjukkan bagaiman iman harus dibarengi dengan kesungguhan mentasarufkan harta dan jiwanya di jalan Allah Swt, yang berkonsekuensi pada kebaikan, kabahagiaan dan kemuliaan manusia, sebab Allah Swt mengajak kepada darussalam yakni rumah keselamatan.

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i

    Islam tidak mengenal dekotomi atau pemisahan antara keyakinan yang bersifat batini dan perilaku yang bersifat dhahiri. Sebab keduanya terdapat hubungan integral yang tidak dapat dipisahkan serta saling terhubung. Orang yang memiliki iman dalam hati harus diinstal menjadi perbuatan shaleh untuk diri sendiri dan aslah sebagai bentuk mengupayakan kebaikan orang lain. Beriman bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang menurunkan berbagai peraturan untuk manusia yang disampiakan oleh rasul-Nya yang di dalamnya menetapkan dan menjunjung tinggi derajat manusia, maka perilaku orang beriman harus berbanding lurus dengan keyakinannya.

    Memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan berusaha memuliakan manusia (dakwah) adalah perilaku yang berbasis dari iman. Sebab tiada bentuk syariat yang tidak bermanfaat untuk manusia, bahkan syariat merupakan sesuatu yang terbaik untuk manusia. Dalam hal ini kiai Rifa’i menegaskan di kitab Inayah kurasan 10 dengan memetik al-Quran surat an-nahl ayat 95 yang beliau terjemahkan sebagai berikut, anging setuhune kang dhen bagusaken tinemune, mungguh Allah ing dalem syarak panggerane, yaiku kang bagus dadi manfaat nyatane, kaduwe siro kabeh gedhe kabekjan, temahane manjeng suwargo langgeng nikmat, katurut menungso opo barang hajat.

    Berpijak dari syariat yang bertujuan untuk perolehan manfaat terbaik untuk kemanusiaan, maka perlu adanya usaha menebarkan kebaikan untuk kemuliaan peradaban manusia. Menebar kebaikan haruslah dibersumber dari keimanan yang di mana manusia sebagai obyek peneriman kebaikan. Kiai Rifa’i dalam Riayah kurasan 14 menyinggung hubungan antara iman dan dakwah dengan memetik al-Quran surat al imron ayat 114 yang menjelaskan kreteria orang shaleh, yakni beriman, berdakwah yaitu memerintah pada perbuatan baik dan melarang berbuatan mungkar atau kesalahan dan semagat dalam mengerjakan kebaikan.

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i dalam pelaksanaan dakwah, metode apapun dapat digunakan tidak jadi masalah, asalkan mempunyai manfaat untuk kebaikan manusia. Sebab tujuan dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan sekaligus menjaga degradasi kemuliaan manusia. Sebab perbuatan dosa, salah, mungkar menjatuhkan manusia dari derajat mulia kepada derajat hina. Oleh karena itu, dakwah merupakan ikhtiyar untuk mempertahankan kemuliaan manusia dengan memerintah, melarang dan mencegah perbuatan mungkar manusia. Oleh karena itu, efek dakwah setidaknya meminimalisir perbuatan mungkar, bukan malahan memperparah, memperkeruh dan meningkatkan stadiun mungkar.

    Terkait hal ini, kiai Rifa’i menegaskan dalam kitab Riayah kurasan 14, bahwa metodologi dalam berdakwah haruslah menitik-beratkan pada kemanfaatan yang menjamin kemuliaan manusia, sebagai berikut, pertikele akon lan nyegah iku nasihat, ojo keliru paham ing panggonane, lan sekabehe penggawe ingkang maksiat, kang diancem-ancem sikso teko akhirat, kelawan alus tuwen seserengan kekerasane, sekiro diweyageh munfaat temahane. Baris yang lain dalam tema dan kitab  yang sama, kiai Rifa’i menekankan bahwa menggunakan kekerasan dalam berdakwah hukumnya wajib jika dapat menghantarkan pada kemanfaatan yakni perbuatan taubat sebagai berikut, tinemu wajib keras patrap serengane, sabab tentu hasile nyegah dedalane, temahane wong maksiat tobat nyatane, sekurang-kurang tobat sangkeng dosane.

    Islam dapat mengahantarkan manusia pada kemuliaan dan kebahagiaan dengan syarat adanya keimanan, pengetahuan secara utuh dan pengamalan ajaran secara intensif dan berkesinambungan (iman-ilmu-amal). Keyakinan dan pengetahuan tanpa dibarengi dengan pengamalan hanyalah sebuah imajinasi belaka bahkan suatu dosa besar.

    Sedangkan pengamalan tanpa berbasis dari keimanan dan pengetahuan, sangat rawan ditumpangi kepentingan pribadi atau kelompok -atau boleh dikatakan kepentingan kelompok di atas kepentingan agama- yang dapat memecah-belah yang kemudian menjatuhkan manusia pada jurang kehinaan. Untuk sumber referensi sebagai penguat Pegangan Kemanusiaan K.H. Ahmad Rifa’i dalam kitabnya Inayah kurasan 9, menuliskan sebagai berikut, utawi ngelmu iku ora ditut amal kabeneran, iku dosa gedhe fasiq kelakuhan, lan amal ura anut ing ngelmu panutan, iku lakune sasar kang akeh kabingungan. Pengamalan atau gerakan yang tercerabut dari akar ajaran Islam akan mengikis, merongrong dan menjatuhkan keislamannya sendiri. Sehingga kemuliaan dan kebahagiaan yang ditawarkan oleh Islam kepada umatnya tidak dapat terrealisasikan.

     

  • Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah (Aman dan Mengamankan)

    Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah (Aman dan Mengamankan)

    Pengertian Iman Pemudatanbihun.Com Iman secara etimologis mempunyai banyak makna tapi saling berkaitan. Dari kata dasar amina-ya’manu sinonimnya ithma’anna artinya tenteram. Amana-ya’minu sinonimnya watsiqa bihi artinya percaya, dan amana-yu’minu artinya percaya dan membenarkan.

    Kemudian amuna-ya’munu artinya setia dapat dipercaya, antonimnya kana-yakunu artinya khianat. Keterkaitan dari tiga makna tersebut adalah bahwa adanya kepercayaan (iman) dan kejujuran (amanah), akan melahirkan ketentraman (thuma’ninah) di dalam hati, memberikan rasa aman kepada orang lain dan menciptakan saling percaya(trust/tsiqah) dalam kehidupan sosial.

    Secara terminologis iman berarti mempercayai dan membenarkan tanpa keraguan segala sesuatu yang dikabarkan oleh Allah SWT. Dalam kitab-Nya al-Qur’an dan melalui lisan Rasul-Nya Muhammad SAW. Iman itu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam amal perbuatan.

    Pengertian Iman

    Rukun Iman atau Tiangnya Iman

    Iman terdiri dari enam pilar (rukun). Yang pertama dan utama adalah iman kepada Allah Yang Maha Esa pencipta alam semesta. Kemudian diikuti dengan iman kepada para Malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para Rasul Allah, hari akhir kiamat sebagai akhir dari kehidupan dunia, dan yang terakhir iman kepada qadha dan qadar.

    Iman merupakan hal yang paling mendasar dalam agama. Karena iman atau kepercayaan itu menjadi dasar dari perilaku keberagamaan, maka iman itu harus benar. Itulah kebenaran sejati yang bersumber dari Allah Rabbul ‘izzati. Sehingga KH. Ahmad Rifa’i di bab ilmu ushul dalam kitab nadzom tarajumahnya sering menekankan pentingnya gulang-gulang/mengulang-ulang syahnya iman, yang di kalangan orang Rifa’iyah dikenal dengan istilah taslim, agar tidak seperti orang-orang Arab Badui yang sudah masuk Islam tapi belum beriman, atau orang munafik yang imannya masih berada dipinggiran atau dipermukaan yang slalu melihat arah angin.

    Orang beriman disebut mukmin. Seorang mukmin itu percaya kepada Allah dengan semua sifat-Nya yang agung. Terangkum dalam 99 Asma’ul Husna-Nya. Salah satu dari 99 sifat itu adalah al-Mu’min (Yang memberikan rasa aman). Maka seorang yang sungguh-sungguh beriman pasti merasa aman hidupnya karena yakin terhadap perlindungan Allah SWT. Dan pada gilirannya seorang mukmin juga akan memberikan rasa aman kepada siapa saja, masyarakat dan lingkungan di mana dia berada. Rasa aman yang dijamin oleh seorang mukmin kepada orang lain itu menyangkut keamanan hartanya, darah atau nyawanya, dan kehormatannya.

    Yang paling inti dari iman dalam agama Islam adalah tauhid, yang diungkapkan dalam kalimat la ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Diawali dengan kalimat penafian “Tidak ada apapun dan siapapun yang patut disembah dan dituhankan”, kemudian diikuti dengan kalimat penegasan “Kecuali Allah”. Kalimat tauhid yang hakiki jika tertancap di dalam hati akan menghasilkan energi dahsyat yang melahirkan revolusi di dalam diri orang yang meyakininya, dan pada gilirannya akan mengubah dunia.

    Rasulullah SAW. Menyebut kalimat tauhid itu sebagai kunci surga. Karena dengan kalimat yang merupakan pernyataan iman itulah amal kebaikan yang dilakukan manusia di dunia ini mempunyai nilai dihadapan Allah SWT. Sedangkan orang yang tidak beriman, amalnya bagaikan fatamorgana. Yang tampak ada padahal tiada.

  • Penjelasan Nikmat Secara Umum

    Penjelasan Nikmat Secara Umum

    Penjelasan Nikmat Secara Umum

    Penjelasan Nikmat Secara Umum

    Utawi pertelane wong pinaringan nikmat # Kawilang taufiq manfaat akhirot
    Yoiku pinaringan ngilmu lan arto manfaat # Lan kamulyan dadi nulungi ing ngibadat
    Netepi wajib ngedohi maksiatan # Dhohir batin nejo ing alloh karidhoan
    Sarirane ngadil derajate kaluhuran # Dadi soyo wuwuh ngibadah kabecikan
    Mulyane dadi muwuhi tulong kuwat # Nindaaken amar noho laku syariat
    Ngajak ngibadah kerono allah nyegah lepat # Iku lah ni’mate alloh nulungi ing to’at
    Naliko wuwuh ngilmune artane jujur # Iku dadi wuwuh maring alloh milahur
    Syariat ditot ginawe luhur # Sakuwasane saking harom mungkor
    Ikulah wong pinaringan taufiq ingaranan # Kelawan sabenere dadi muwuhi kabecikan
    Lan ringan ngedohi saking ma’siatan # Adepe atine maring Alloh kang dadi karidhoan
    Datengaken syariat saking alloh perintah # Iku alim adil kulma’e rosululloh
    Ngedohi saking kang dadi kharome lenggah # Sebab ora kuwoso saking mungkare nyegah
    Milih lungguh halal majlisan # Ugo kuwoso nyegah saking olo ma’siatan
    Iku lah wong pinaringan taufiq temenan # Ngenani doso nuli tobat linakonan

    ابين الحواءج ج ٥، كورسن ٥٨

    Penjelasan Nikmat Secara Umum

    Artinya :

    Sesungguhnya orang yang di beri nikmat
    Terbilang taufiq manfaat di akhirat

    Yaitu mendapatkan ilmu dan harta yang bermanfaat
    Dan kemuliaan jadi penolong ibadahnya

    Melakukan kewajiban dan menjahui maksiat
    Lahir batin menuju kepada ridho Allah

    Pribadinya berprilaku adil serta derajatnya tinggi
    Menjadi semakin baik dalam beribadah dan bertambah kebaikanya

    Kemuliaanya menjadikan lebih kuat untuk menolong
    Melakukan amar ma’ruf menjalankan syariat

    Mengajak ibadah karena Allah serta mengajak mencegah kesalahan
    Itulah nikmatnya Allah menolong untuk taat

    Ketika semakin tambah ilmu dan hartanya
    Itu menjadikan semakin yakin kepada Allah

    Syariat diikuti dijadikan luhur
    Semampunya menghindari perkara yang haram

    Itulah yang dinamakan orang mendapat taufiq
    dengan sebenarnya serta menjadikan tambah kebaikanya

    Dan mudah untuk menjahui maksiat
    Menghadapnya hati untuk mencari ridho_Nya

    Mendatangkan syariat perintah dari Allah
    Itu Alim ‘adil penggantinya Rosulalloh

    Menjauhui dari penyebab keharaman tempat
    Karena tidak berkuasa untuk mencegah kemungkaran

    Memilih untuk duduk di majlis yang diperbolehkan
    Juga berkuasa mencegah dari jeleknya maksiat

    Itu lah orang yang mendapat taufiq sesungguhnya
    Terkena dosa secepatnya bertaubat dilakukan.

    (Abianal khawaij , juz 5 , kurasan 58)

  • Memperbincangkan Orang Khawas!! Ketahui Dulu Kewajiban Wali Awam

    Memperbincangkan Orang Khawas!! Ketahui Dulu Kewajiban Wali Awam

    Memperbincangkan Orang Khowas

    Memperbincangkan Orang Khawas

    Endi becik e setengah wong ulamo # Ngerteni tariqoh benere syarak agomo
    Nutur derajat luhur khoas nomo # Tetapi sarerane dewe harom dergimo
    Podho kandek rumongso doso kateksiran # Derajate sarerane dewe tan kinaweruhan
    Temah kekel fasiq taksir kekurangan # Wajibe sarerane temuli tan ingulatan
    Ikulah setengah alim bener pituturane # Tetapi sarerane tan weruh kawajibane
    Kelunto-lunto kekel fasiq sasar lakune # Akehe ilmu muhung donyo nejane
    Podho nutur ing kelakuhane wong auliya’ # Kang bener tariqote mareng Allah senediyo
    Iku ngalim mihung nutur ing wong mulyo # Ilmune lan amale dewe akeh siyo
    Barang lakune anut umbyung ing awam # Tan nejo netepi wajib tinggal harom
    Pancene meksih bingung salah paham # Durung ngerti toriqoh bener agomo Islam
    Toriqote dewe teksir tan kinaweruhan # Katungkul lobo muhung gawe pituturan
    Maring wong ahli donyo ginawe tulungan # Kehe pitutur soyo wuwuh gedhe kadosan
    Wajibe syarak sak kuasane diusiho # Gugur wajibe sebab tan kuwoso gaweho

    Memperbincangkan Orang Khawas

    Kritikan KH. Ahmad Rifai’i dalam Kitab tarajumah

    Artinya

    Di mana baiknya sebagian ulama’ # Mengetahui tariqah yang benar menurut syarait agama

    Membicarakan derajat tinggi orang khoas # Tetapi dirinya sendiri berdosa,bingung dalam beragama

    Pada berhenti, merasa dosa, dan tidak mau berusaha # Derajat dirinya sendiri tidak mengetahui

    Sengaja melanggengkan fasiq,menyengaja kekurangan # Kewajiban atas dirinya sendiri tidak dipelajari

    Itulah sebagian alim benar ucapannya # Tetapi dirinya sendiri tidak melihat kewajibannya

    Terus-menerus selalu fasiq sasar perilakunya # Banyaknya ilmu hanya bertujuan dunia

    Pada membicarakan perilakunya auliya’ # Yang benar tariqatnya kepada Allah yang dituju

    Itu alim yang hanya membicarakan orang mulia # Ilmu dan amalnya sendiri banyak yang sia-sia

    Perkara berprilakunya mengikuti kepada orang awam # Tidak berniat melakukan kewajiban meninggalkan haram

    Pastinya masih bingung salah paham # Belum mengetahui tariqah yang benar menurut agama Islam

    Tariqatnya sendiri sengaja tidak diketahui # Condong,senang hanya untuk dibicarakan

    Kepada orang ahli dunia dibuat pertolongan # Semakin banyak berbicara semakin tambah berdosa

    Wajibnya syara’ sebisanya diusahakan # Gugur kewajibannya sebab tidak bisa berbuat.

    Dengan tulisan di atas bagi Anda yang masih sering Memperbincangkan Orang Khawas diharapkan untuk mencari guru pembimbing atau guru spritual. Agar dalam mengamalkan ilmu dapat berjalan sesui syariat serta terus meerus dalam bimbingan guru tersebut. Jika ada kesalahan atau tingkah laku yang kurang pas terustama amalan-amalan, maka bagi guru tersebut dapat mengingatkan.

    Baca juga: Tarajumah Bukan Ajaran

    wali