Penulis: Pemuda Tanbihun

  • Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Pentingnya Berdzikir Bagi Seorang Muslim

    Hiruk pikuk dunia memang rentan membuat hati seseorang gampang goyah, labil pendirian dan mudah berubah-ubah. Itupun tidak pandang usia, entah itu anak muda atau orang tua. Wajar saja kalau memang begitu, sebab karakter hati memang mudah terbolak balik sebagaimana pengambilan maknanya dari kata qolbu yang berasal dari masdar (kata kerja) taqollabu yang memiliki arti terbolak-balik versi bahasa Arabnya.

    Tidak sedikit perilaku dan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh suasana hatinya, hati yang mudah terpengaruh oleh keadaan yang tidak memihak, bisa disebabkan karena sakit hati (disakiti), bisa juga karena kecewa sebab harapan dan keinginan yang tidak kunjung terkabul, bahkan gagal di waktu yang dini.

    Tidak hanya itu, justru penyakit hati sangat sulit terdeteksi, karena banyak orang yang tidak merasa alias kurang sadar apakah sudah benar yang ia pikirkan dan jalankan. Selain itu, penyakit hati juga sulit untuk diobati bila dibandingkan dengan penyakit jasmani yang telah bersarang di badan, karena hanya dengan diagnosa dokter dan alat medis penyakitnya mudah  ditebak atau diketahui jenisnya.

    Contoh-contoh penyakit hati, seperti sombong, ujub, ria, sumah, iri, dengki dsb. Ironisnya, penyakit-penyakit inilah yang memiliki pengaruh besar untuk merusak akal, akhlak, hingga akidah seseorang muslim yang tidak berdaya menghadapi germelapnya zaman. a‘uzdubillah min zdalik.

    Maka dengan demikian, termasuk bentuk penghambaan seorang mukin adalah bagaimana  ia bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Diantara cara pendekatan ialah melalui berzikir, entah itu zikir bilisan (dengan lisan), bilqolbi (dengan hati) maupun bilarkan (dengan perbuatan). Sehingga dengan cara ini ia sebagai mukmin mampu membentengi hati dan dirinya dari afat-afat (kerusakan-kerusakan) hati, godaan nafsu setan; dan ia juga dapat meraih kedudukan yang spesial di sisi Allah Swt.

    Ayo kita sempatkan zikir, meskipun tidak bisa melanggengkan zikir setiap saat, cukup dengan sebentar saja merapalkan zikir sehabis salat lima waktu. Tidak perlu lama-lama, meskipun sebentar dengan istikimah maka lebih baik daripada durasi lama tapi tidak konsisten atau istikamah. Wallahua’alam.

    Dalil-dalil Zikir

    Sesungguhnya zikir[1] adalah kalam tayib yang mampu beranjak naik ke hadirat Allah Swt.  dan zikir juga merupakan amal saleh yang dapat diterima Allah Swt. karena zikir yang menggunakan hati dengan menghadirkan lafal-lafal serta makna-maknanya adalah perintah Allah terhadap Nabi Musa alaihi salam, perintah dengan bentuk salat yang didirikan dalam rangka ritual berzikir (ingat Allah), hal itu sebagaimana firman Allah Swt. dalam Alquran yang ditujukan kepada beliau Nabi Musa a.s.,

    اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا فَاعْبُدْنِيْ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

    Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (Thaahaa: 14)[2]

    Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk beruswah (mengikuti) kepada petunjuk para Nabi dan Rasul sebelumnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam kitab-Nya,

    اُولٰىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْ

    Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al An’aam: 90)

    اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

    Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al Anbiyaa’: 90)

    Zikir bukan sekedar ritual tambahan, akan tetapi zikir adalah ritual pokok dalam hidup seseorang, karena zikir adalah media seorang hamba terhadap rabnya, sehingga jangan sampai putus hubungan itu, kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian zikir itu penting, sehingga Allah mengingatkat Nabi-Nabi-Nya jangan sampai lupa atau tidak berzikir. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa dan Harun alaihima salam yang telah terekam dalam Alquran,

    وَلَا تَنِيَا فِيْ ذِكْرِيْ

    Dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku. (Thaha: 42)

    Implimentasi zikir juga tersyarakkan dalam doa Nabi Musa yang meminta kepada Allah Swt, doa yang kalamkan Allah dalam Alquran karim pada Surat Taha: 29-35,

    وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْ ۙ هٰرُوْنَ اَخِى ۙ اشْدُدْ بِهٖٓ اَزْرِيْ وَاَشْرِكْهُ فِيْٓ اَمْرِيْ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ۙ وَّنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا ۗ  اِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرًا

    Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami.” (Taha: 29-35)

    Sudah seharusnya bagi kita, seperti ulama pengajak (pendakwa)mke jalan Allah Swt. kader-kader ulama, para pencari ilmu (santri) dan orang mau belajar agama _lebih-lebih bagi orang-orang selain dibidang itu_ untuk mengikuti (itibak) pada Rasulullah Saw. yang selalu berzikir di setiap waktu dan selau memperbanyak bacaan Alquran di dalam salat-salat wajib maupun salat-salat sunahnya, khususnya di dalam salat malam dan salat fajarnya. Sebagaimana firman Allah Swt.,

    وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

    Dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra’: 78)

    Messkipun seorang Nabi yang terjaga dari perbuatan maksiat, Nabi Muhammad Saw. selalu meminta ampun (istigfar) kepada Allah Swt dalam setiap hari sebnyak 100 kali. Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya,

    مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

    “Siapa yang mengucapkan Subhanallah wa bihamdih dalam sehari seratus kali maka kesalahan-kesalahannya dihapuskan meskipun seperti buih lautan”.[3]

    Perlu diketahui, termasuk kategori zikir dalam rangka mengagungkan Allah Swt ialah zikir dengan berselawat (membaca sholawat) yang dihaturkan kepada junjungan Nabi besar kita Baginda Muhammad Saw. karena sholawat kepada Rasul adalah urusan dan perbuatan Allah, begitu juga para malaikat-Nya, dan ironisnya lagi, Allah juga memerintah hamba-hambanya yang mukmin untuk berselawat Nabi-Nya yakni Nabi kita Muhammad Saw. jadi selawat tidaklah lain sebagai senjata seorang mukmin untuk bermunajat dan takarub kepada Allah sebagaimana zikir sebagai doa. Mengenai hal ini Allah Swt. berfirman,

    إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمَا

    Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.[4] Wahai orang-orang yang beriman  berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.[5] (Al Ahzab: 56)

    Alangkah beruntungnya bila kita semua bisa melaksanakan perintah Allah, yakin perintah yang tertuang dalam firman-Nya untuk mengagungkan dan memuliakan Nabi-Nya yang agung dan mulia, sayidina Muhammad Saw., karena pengagungan dan pemulaiaan kepada Nabi Saw. adalah bentuk inadah kepada Allah Swt, dan media takarub kepada-Nya Jalla Jalaluhu, tidak sebagaimana yang disangka orang-orang Wahabi[6] (salafi) bahwa takdim dan takrim kepada Nabi Muhammad adalah perbuatan syirik besar (kufur). Kami berlindung pada Allah Swt dari penyebaran akidah mereka yang sesat menyesatkan dalam hati-hati kita, keluarga, dan anak-anak kita dengan kedudukan sayidil Mursalin sayidina Muhammad Saw. Wallahu’alam.

     

    Ket: Disari dari kata pengantar guru penulis Syaikh Abdur Rauf Maimoen, putera Syikhina Maimoen Zubar rahimahullah dari kitab Nubzdatul Anwar.

    Oleh: Ahmadul Hadi

     

    _________________________

    [1] Zikir menurut KBBI adalah pujian-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Atau arti lain yaitu doa atau pujian-pujian berlagu (dilakukan pada perayaan Maulid Nabi).

    [2] Tafsir Ringkas Kemenag RI

    Wahai Musa, ketahuilah sesungguhnya Aku ini adalah Allah, Tuhanmu, dan sungguh tidak ada tuhan pencipta alam raya yang layak disembah selain Aku, maka berimanlah kepada-Ku, sembahlah Aku, dan laksanakanlah salat untuk mengingat-Ku dan bersyukur kepada-Ku.” Inilah prinsip pertama akidah, yaitu keesaan Tuhan.

    [3]  Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam At-Tirmidzi, dan imam Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah r.a. Imam Al-Alqami sebagaimana dikutip oleh imam An-Nawawi dalam kitab Tanqihul Qaul menjelaskan bahwa maksud subhanallah adalah menyucikan Allah dari semua sifat yang tidak patut/layak bersanding dengan-Nya.

    [4] Selawat dari Allah berarti memberi rahmat; dari malaikat memohonkan ampun dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa agar diberi rahmat seperti dengan perkataan, Allãhumma salli ‘alã Muhammad. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [5] Dengan mengucapkan perkataan seperti Assalamu’alaikum ayyuhan Nabi, artinya semoga keselamatan kepadamu, wahai Nabi. (Cordova Al-Quran dan Terjemah)

    [6] Aliran (sesat) reformasi konservatif Islam yang berkembang dari dakwahmseorang teolog muslim Arab Saudi pada abad ke- 18 yang bernama Muhammad bin ‘Abdul Wahab. (KBBI V)

     

  • Mengenal apa itu bidah

    Mengenal apa itu bidah

    Sebagai santri Syaikh Rifa’i yang benar-benar mengaku sebagai murid beliau, memang sepantasnya dituntut untuk bisa komprehensif (luas wawasan), lebih-lebih mengenai karya-karya beliau yang berupa intisari dari kitab-kitab salaf, sebab doktrin-doktrin yang terkandung di dalam karya beliau akan lebih membentuk karakter seorang santri yang lebih dominan dan permanen dibanding pengaruh doktrin di bidang pergerakan. Ini hanyalah perbandingan, meskipun dari keduanya sama-sama unsur dasar yang penting.

    Syaikh Rifa’i dalam karangan-karang beliau, ia tidak jarang menyebut istilah bidah, dan redaksinya biasanya diberi imbuhan seperti ini, bidah dlolalah atau bidah sasar. Dari istilah-istilah tersebut penulis mau membuka cakrawala keilmuan, khususnya mengenai istilah bidah, karena setiap yang dikatakan dengan kata bidah, maka yang dikehendaki ialah bidah dlolalah ata bidah yang sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,

    وَشَرُّ الأمُوْرِمُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُّلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

    Dan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru yang diada-adakan, dan setiap perkara baru yang diada-adakan adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. (HR. Nasa’i)

    Bidah secara umum berarti perbuatan yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Muhammad saw. Melihat arti tersebut, bidah terbagi menjadi lima macam, meliputi, Bidah yang wajib, sunah, haram, makruh, dan bidah yang diperbolehkan (mubah).

    Cara untuk mengetahui status dari berbagai macam bidah tersebut, yaitu dengan cara mengkorelasikan (pertimbangkan) perbuatan bidah dengan kaidah-kaidah syariat (qhowaidus Syariat).[1] Jika tindakan suatu bidah itu termasuk dalam kaidah yang mewajibkan, maka bidah tersebut hukumnya wajib, jika termasuk dalam kaidah yang mengharamkan, maka hukumnya haram, dan seterusnya.

    Diantara bidah yang wajib hukumnya sbg.

    • Mempelajari ilmu nahwu sebagai media untuk memahami kalam Allah (Alquran) dan sabda Rasulullah (hadis). Hukumnya wajib, sebab menjaga syariat hukumnya juga wajib, karena syariat tidak akan terjaga kecuali dengan cara memahaminya. Sesuai kaidah maa laa layatimmul wajib illaa bihi fahuwa wajib; yakni “Sesuatu yang wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesautu itu wajib hukumnya”.
    • Menjaga (mengetahui) bahasa garib (asing) dalam teks Alquran dan hadis
    • Pembukuan ilmu usul fiqih[2]
    • membahas jarh (mengkritik) dan ta’dil (memuji) seorang rawi (periwayat hadis) agar dapat membedakan mana hadis yang sahih dan tidaknya.

    Qhowa’idsu syariat telah menetapkan bahwa hukum menjaga syariat itu fardu kifayah tidak sampai fardu ain, karena bila sebagian orang/kelompok melakukan, maka sudah cukup untuk mengugurkan kewajiban yang lain.

    Diantara bidah yang haram hukumnya sbg.

    • Mazhab Kadariah[3]
    • Mazhab Jabariah[4]
    • Mazhab Murjiah[5]
    • Mazhab Mujassimah[6]

    Melawan dan membantah mazhab-mazhab tersebut hukumnya wajib.

    Diantara bidah yang sunah hukumnya sbg.

    • Mendirikan ribat pondok tasawus/pesantren, madrasah, dan membangun bendungan irigasi dsb.
    • Setiap tindakan baik yang tidak pernah dilakukan pada era/masa awal (zama Rasulullah Saw.)
    • Salat tarawih
    • Mengkaji tasawuf secara mendetail dan mendalam, dan mengenai ilmu jadal (membantah argumen orang sesat)
    • Perkumpulan majlis guna memperoleh dalil dalam masalah-masalah yang dibahas dengan niat karena Allah Swt. semata (bahtsu masail)

    Diantara bidah yang makruh hukumnya sbg.

    • Penghiasan masjid
    • Memperindah mushaf dengan menambal warna dengan emas dsb.[7]

    Sedangkang pemberian syakal pada Alquran yang sekira bisa mengubah lafal-lafalnya dari status tulisan arab, menurut pendapat yang paling sahih itu termasuk kategori bidah yang diharamkan.

    Diantara bidah yang mubah/boleh hukumnya sbg.

    • Berjabat tangan (mushofahah) usai salat subuh dan ashar
    • Memperlonggar kenikmatan (mewah) dalam urusan makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Akan tetapi masih ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut, ada sebagian ulma yang mengatakan bahwa itu termasuk bidah yang diharamakan, ada juga pula yang mengatakan itu termasuk sunah-sunah yang pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan abad setelahanya, karena hal itu tidak jauh beda dengan praktik membaca ta’awudz dan basmalah di waktu salat.[8]

    Wallahu’alam.

    Oleh: Ahmadul Hadi

     

     

    __________________________________________________________

    [1] Hifdhuddin (menjaga agama), hifdhunnafsi (menjaga nyawa), hifdhulmal (menjaga harta), hifdhunasbi (menjaga keturunan/nasab), dan hifdhu’ardli (menjaga kehormatan). Inilah kaidah syarak yang menjadi patokan agama.

    [2] Sebagaimana yang dilakukan Imam Syafi berupa bentuk kitab yang berjudul Ar-Risalah.

    [3] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa manusia mempunyai kekuasaan mutlak atas segala usaha dan perbuatannya, bukan bergantung pada kodrat dan iradat Allah Swt.. (KBBI V)

    [4] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa yang wujud di alam semesta, termasuk manusia, terikat pada kodrat dan iradat Allah Swt.. semata

    [5] Aliran dalam ilmu kalam yang menangguhkan dan memberi terhadap umat yang melakukan dosa besar sampai hari kiamat. (As Syahrastani, Al-milal wa An-nihal, Dar- Al-Fikir, hlm. 112)

    [6] Aliran dalam ilmu kalam yang berpandangan bahwa Allah memiliki jasad atau mempunyai sifat benda

    [7] أن يوضع الزاؤوق مع الذهب فيطلى به الشييء (تزويق المصاحف)

    [8] Syaikul Islam ‘Izzuddin bin Abdi As-Salam, Qhowa’id Al-Qubro, jus; 2, hlm. 337.

     

  • Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i (dalam sudut pandang)

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i (dalam sudut pandang)

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i Pemudatanbihun.Com Ajaran agama Islam menggiring manusia untuk menuju, melangkah dan meraih kemuliaan dan kebahagiaan dalam menjalani hidup di dunia dan dilanggengkan samapi akhirat. Untuk merealisasikan ajaran dalam bentuk perilaku dibutuhkan pengetahuan, pemahaman, pemaknaan dan penghayatan  nilai-nilai ajaran tersebut. Islam menurut kuntowijoyo adalah agama humanisme-teosentris. Artinya orientasi nilai Islam berpusat pada tauhid dengan melihat manusia sebagai tujuan dari transformasi nilai. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang memusatkan dirinya pada nilai keimanan dengan mengarahkan perjuangganya untuk kemuliaan peradaban manusia.

    Dengan demikian keimanan harus ditransformasikan dalam bentuk ibadah yang notabene bermanfaat untuk manusia, baik untuk pribadi maupun umum. Berkaitan dengan hubungan iman dan amal, kiai Rifa’i menuliskan dalam Riayah kurasan 2 tentang iman yang harus dimunculkan dalam bentuk ibadah, sebagi berikut, wong ngimanaken ing Allah nyoto pangeran, iku amreho teguhe neng kebatinan, nembah bekti ing Allah bener ingenggonan.

    Iman harus ditumbuh-kembangkan menjadi amal shaleh yang kemudiam berbuah kemuliaan dan kebahagiaan untuk diri sendiri maupun orang lain.  Ayat al-Qur’an dalam surah al-Hijr ayat 15 yang dipetik oleh kiai Rifa’i dalam kitab Riayah jilid satu menunjukkan bagaiman iman harus dibarengi dengan kesungguhan mentasarufkan harta dan jiwanya di jalan Allah Swt, yang berkonsekuensi pada kebaikan, kabahagiaan dan kemuliaan manusia, sebab Allah Swt mengajak kepada darussalam yakni rumah keselamatan.

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i

    Islam tidak mengenal dekotomi atau pemisahan antara keyakinan yang bersifat batini dan perilaku yang bersifat dhahiri. Sebab keduanya terdapat hubungan integral yang tidak dapat dipisahkan serta saling terhubung. Orang yang memiliki iman dalam hati harus diinstal menjadi perbuatan shaleh untuk diri sendiri dan aslah sebagai bentuk mengupayakan kebaikan orang lain. Beriman bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang menurunkan berbagai peraturan untuk manusia yang disampiakan oleh rasul-Nya yang di dalamnya menetapkan dan menjunjung tinggi derajat manusia, maka perilaku orang beriman harus berbanding lurus dengan keyakinannya.

    Memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan berusaha memuliakan manusia (dakwah) adalah perilaku yang berbasis dari iman. Sebab tiada bentuk syariat yang tidak bermanfaat untuk manusia, bahkan syariat merupakan sesuatu yang terbaik untuk manusia. Dalam hal ini kiai Rifa’i menegaskan di kitab Inayah kurasan 10 dengan memetik al-Quran surat an-nahl ayat 95 yang beliau terjemahkan sebagai berikut, anging setuhune kang dhen bagusaken tinemune, mungguh Allah ing dalem syarak panggerane, yaiku kang bagus dadi manfaat nyatane, kaduwe siro kabeh gedhe kabekjan, temahane manjeng suwargo langgeng nikmat, katurut menungso opo barang hajat.

    Berpijak dari syariat yang bertujuan untuk perolehan manfaat terbaik untuk kemanusiaan, maka perlu adanya usaha menebarkan kebaikan untuk kemuliaan peradaban manusia. Menebar kebaikan haruslah dibersumber dari keimanan yang di mana manusia sebagai obyek peneriman kebaikan. Kiai Rifa’i dalam Riayah kurasan 14 menyinggung hubungan antara iman dan dakwah dengan memetik al-Quran surat al imron ayat 114 yang menjelaskan kreteria orang shaleh, yakni beriman, berdakwah yaitu memerintah pada perbuatan baik dan melarang berbuatan mungkar atau kesalahan dan semagat dalam mengerjakan kebaikan.

    Pegangan Kemanusiaan Kyai Rifa’i dalam pelaksanaan dakwah, metode apapun dapat digunakan tidak jadi masalah, asalkan mempunyai manfaat untuk kebaikan manusia. Sebab tujuan dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan sekaligus menjaga degradasi kemuliaan manusia. Sebab perbuatan dosa, salah, mungkar menjatuhkan manusia dari derajat mulia kepada derajat hina. Oleh karena itu, dakwah merupakan ikhtiyar untuk mempertahankan kemuliaan manusia dengan memerintah, melarang dan mencegah perbuatan mungkar manusia. Oleh karena itu, efek dakwah setidaknya meminimalisir perbuatan mungkar, bukan malahan memperparah, memperkeruh dan meningkatkan stadiun mungkar.

    Terkait hal ini, kiai Rifa’i menegaskan dalam kitab Riayah kurasan 14, bahwa metodologi dalam berdakwah haruslah menitik-beratkan pada kemanfaatan yang menjamin kemuliaan manusia, sebagai berikut, pertikele akon lan nyegah iku nasihat, ojo keliru paham ing panggonane, lan sekabehe penggawe ingkang maksiat, kang diancem-ancem sikso teko akhirat, kelawan alus tuwen seserengan kekerasane, sekiro diweyageh munfaat temahane. Baris yang lain dalam tema dan kitab  yang sama, kiai Rifa’i menekankan bahwa menggunakan kekerasan dalam berdakwah hukumnya wajib jika dapat menghantarkan pada kemanfaatan yakni perbuatan taubat sebagai berikut, tinemu wajib keras patrap serengane, sabab tentu hasile nyegah dedalane, temahane wong maksiat tobat nyatane, sekurang-kurang tobat sangkeng dosane.

    Islam dapat mengahantarkan manusia pada kemuliaan dan kebahagiaan dengan syarat adanya keimanan, pengetahuan secara utuh dan pengamalan ajaran secara intensif dan berkesinambungan (iman-ilmu-amal). Keyakinan dan pengetahuan tanpa dibarengi dengan pengamalan hanyalah sebuah imajinasi belaka bahkan suatu dosa besar.

    Sedangkan pengamalan tanpa berbasis dari keimanan dan pengetahuan, sangat rawan ditumpangi kepentingan pribadi atau kelompok -atau boleh dikatakan kepentingan kelompok di atas kepentingan agama- yang dapat memecah-belah yang kemudian menjatuhkan manusia pada jurang kehinaan. Untuk sumber referensi sebagai penguat Pegangan Kemanusiaan K.H. Ahmad Rifa’i dalam kitabnya Inayah kurasan 9, menuliskan sebagai berikut, utawi ngelmu iku ora ditut amal kabeneran, iku dosa gedhe fasiq kelakuhan, lan amal ura anut ing ngelmu panutan, iku lakune sasar kang akeh kabingungan. Pengamalan atau gerakan yang tercerabut dari akar ajaran Islam akan mengikis, merongrong dan menjatuhkan keislamannya sendiri. Sehingga kemuliaan dan kebahagiaan yang ditawarkan oleh Islam kepada umatnya tidak dapat terrealisasikan.

     

  • DZIKIR YANG  TERLUPAKAN

    DZIKIR YANG TERLUPAKAN

    Penulis: Kang Lutfi

    DZIKIR YANG TERLUPAKAN

    Salah satu kewajiban yang harus kita lakukan sebagai umat Islam adalah mendirikan sholat. Sholat merupakan suatu kewajiban yang sangat mendasar  dalam Islam, yang dilakukan sebanyak lima kali dalam satu hari. Dimulai dari sholat duhur dan diakhiri dengan sholat subuh. Dalam mendirikan sholat terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi, ada juga perkara yang dilarang ketika dalam mendirikan sholat. Seperti suci dari hadas kecil maupun besar, tempat sholat terbebas dari najis, menutup aurat dan lain sebagainya merupakan syarat sah sholat. Adapun rukun yang harus terpenuhi adalah niat, takbirratul ikhram, membaca fatihah dan lain-lain. sedanfkan larangan di dalam sholat diantaranya adalah berbicara, makan, minum, dan lain sebaginya.

    Baca Juga: Dakwah Memuliakan Manusia

    Namun dalam sholat,  kita terkadang masih melakukan kesalahan, padahal  hal itu adalah inti dari ibadah sholat. Tetapi anehnya, kita tidak menyadari atau mengetahui kesalahan tersebut. Naasnya, sering sekali kita lakukan dalam menunaikan ibadah sholat. Kesalahan tersebut adalah tidak mengingat Allah Swt saat sholat. Malahan dalam sholat, kita masih saja memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah duniawi. Padahah inti dari sholat adalah berdzikir yang artinya mengingat, menyebut, mengenal. Seringkali kita melupakan inti dari sholat tersebut ,  dan di jelaskan lagi di dalam Al Qur’an sebagai berikut.

    فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

    Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah: 10).

    Dari keterangan Surat di atas bahwa Allah Swt menyuruh kita untuk mendirikan sholat -tapi bukan saja melakukan ibadah sholat tersebut- untuk mengingatnya saat kita sholat dan melupakan semua yang berhubungan dengan dunia apapun itu untuk sejenak mengingat Allah dalam sholat tersebut dan setelah itu carilah karunia-Nya. Dalam ayat lain dijelaskan sebagai berikut;

    وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

    Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.(QS: Al-Baqarah: 45)

    Dalam surat Al-Baqarah ini juga menjelaskan bahwa Allah Swt menyuruh kita khusu’ saat sholat dan meninggalkan semua hal yang berhubungan dengan duniawi. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa sholat dan sabar adalah sebagai pertolongan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang  khusu’ dalam sholat.

    Baca Juga: Mengenal Sifat Sombong

    Dari penjabaran di atas dapat diambil pelajaran, bahwa kita sebagai umat Islam yang menjalankan sholat lima waktu dalam sehari, menjadikan sholat sebagai pertolongan dengan medirikannya secara khusuk yang di dalamnya penuh mengingat Allah Swt. sehingga sholat menjadi pencegah bagi kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar. sebagimana di singgung dalam al Quran,

         ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

    Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS: Al-‘Ankabut: 45)

  • Akhlak Fitri di Hari Kemenangan

    Akhlak Fitri di Hari Kemenangan

    Ditulis oleh kang Taufiq

    Alhamdulillah dalam beberapa hari ini kita telah merayakan hari kemenangan(idul fitri). Namun sebelum kita menuju di hari kemenagan atau hari yang fitri, kita dihadapkan pada bulan yang suci, yaitu bulan ramadhan. Di dalam bulan tersebut, kita sudah menjalankan perintahNya yaitu berpuasa/menahan hawa nafsu selama satu hari penuh.

    Tidak hanya itu, kita juga berlomba-lomba dalam memperbanyak kebaikan seperti bertadarus, taraweh dan mengikuti majlis taklim. Untuk menutup bulan yang suci tersebut, kita diwajibkan untuk mengeluarkan seklumit zakat fitrah, guna untuk mensucikan diri kita.

    Tetapi tanpa kita sadari di malam yang suci tersebut(malam kemenangan), kita telah mengkotorinya lagi dengan kelakuan-kelakuan kita yang melanggar syari’at dan hukum negara, seperti bermabuk-mabukan dan tawuran sehingga menjatuhkan banyak korban. Secara tidak sadar kita telah mengkotori lagi jiwa yang telah di sucikan selama satu bulan penuh hanya dalam waktu semalam. Betapa ruginya kita, kebaikan kita selama satu bulan penuh kita hilangkan hanya dalam hitungan jam.

    Lalu di mana islam kita? yang katanya agama kasih sayang. Bukankah kita sudah keluar dari misi sang kekasih kita(nabi Muhammad) yang membawa agama islam sebagai
    rahmatan lil alamin, jika kita selalu menebar kebencian dan pertikaian.

    Seharusnya pada malam kemenangan tersebut, kita isi dengan hal-hal yang positif dan maslahat. Seperti melestarikan budaya lama yang baik yaitu takbiran di masjid, mushola, dll. Juga dapat kita isi dengan takbir keliling sembari sowan-sowan kemasyayikh, kiyai, ustadz dan tokoh masyarakat. Mungkin itu termasuk hal yang baru, namun bernilai baik. Bukankah kita sudah sering dengar maqolah,
    المحافضة على القديم الصالح والأخد بالجديد الاصلح
    Artinya: Menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik.

    Dan dengan begitu, kita setidaknya sudah mendukung demi terwujudnya islam yang rahmatan lil alamin, sesuai misi yang diemban oleh kekasih kita(nabi Muhammad).sekian dan terima kasih.

  • Kilas balik puasa kita

    Kilas balik puasa kita

    Ditulis oleh kang lutfi

    Puasa ramadhan adalah ibadah yang diwajibkan oleh agama Islam. Dalam puasa, kita diperintahkan untuk menahan sesuatu sekalipun itu perkara halal untuk dilakukan di bulan selain ramadhan. Tetapi setelah kita berpuasa semua hal yang sebelumnya halal atau boleh dilakukan, semua itu haram untuk dikerjakan dari subuh hingga magrib. Seperti makam, minum dan lain-lain yang dapat membatalkan puasa kita.

    Puasa termasuk kewajiban agama yang tercantum dalam rukun Islam yang ke empat. Adapun al quran yang menyinggung perihal puasa, tercantum dalam surah al baqarah ayat 183. Di sana, diterangkan bahwa tujuan utama ibadah puasa adalah untuk menjadikan umat Islam menjadi umat yang bertakwa.

    Tetapi anehnya, pada zaman sekarang ini, yang dikatakan era modern, tujuan puasa seakan mulai punah dan hilang dari lingkungan masyarakat kita. kenapa? Karena Masyarakat kita, sudah mulai melupakan usaha untuk memaknai tujuan ibadah puasa yang berlangsung selama tiga puluh hari. Masyarakat sekarang, berpikir bahwa bulan puasa adalah bulan yang hanya menjalankan puasa saja, yakni menahan lapar dan dahaga. Mereka beranggapan bahwa yang penting adalah dapat menghindari makan dan minum selama waktu puasa, itu sudah cukup. Padahal itu bukan tujuan puasa.

    Kenapa sebagaian masyarakat masih seperti itu?. Mungkin karena kurang mengerti makna dari puasa. Masih banyak di tengah-tengah masyarakat kita, yang berpuasa tetapi masih melakukan hal-hal yang membuat batalnya pahala puasa tersebut, atau bahkan masih melakukan berbagai dosa kecil saat puasa, seperti berbohong, bergosip, pacaran dan lain-lain, yang di mana perilaku tersebut dapat membatalkan pahala puasa.

    Dari uraian di atas, tentu saja masyarakat dan kita khususnya, tidak ingin pemahaman yang seperti itu terus-menerus mengalir di tengah-tengah masyarakat. Maka dari itu, tentu harus ada upaya agar masyarakat dan kita kedepannya dapat lebih baik dalam memahami di setiap bulan puasa, yaitu dengan pengsyiaran kegiatan yang positif seperti mengaji di masjid dan tadarusan yang menitik beratkan pada pemahaman makna dari al quran. Melalui usaha tersebut, masyarakat dan kita bisa lebih mengerti, memahami dan menghayati bahwa begitu mulianya bulan puasa. Sehingga setiap masyarakat dan kita dapat menjalani ibadah puasa dengan lebih bermakna, yang pada akhirnya, bisa dikatakan sukses dalam menjalani ibadah dan terciptalah tujuan dalam ibadah tersebut yaitu menjadi umat yang bertakwa.